Kamis, 17 Mei 2012

Cinta Begini


Cinta Begini
By: Yanz
Catatan: ini cerita kolaborasi yang ngasih ide kakak-kakakku sayang Lia Nur'aeni dan Ella MinnyPretty Fujoshi WiffeJae. Happy reading~

*Deza POV*
Buuk! Buuk! Buuk!
Dengan lincah pemuda berambut merah itu  mendribble bola basket yang ada dalam kendalinya. Aku berusaha menahannya dan akhirnya bisa mengambil alih bola dan berhasil mencetak angka.
Pemuda berambut merah itu bernama Aldy, kapten basket tim Red Dragon. Sedangkan aku Deza kapten tim Blue Wolf. Kami selalu bersaing di setiap pertandingan dan kemenangan selalu terjadi bergantian kadang timnya dan kadang timku dan pertandingan kali ini menentukan siapakah pemenang sesungguhnya.

Di atas, di bangku penonton terlihat seorang pemuda tampan yang memiliki senyum menawan dan berambut kuning cerah sedang berteriak menyemangati. Entah dia menyemangati siapa, aku sahabat karibnya ataukah Aldy sang kekasih tercintanya. Namanya Reyhan. Dia dan aku sangat dekat makanya dia sangat terbuka denganku, salah satunya membongkar aibnya yaitu dia seorang homosexual. Namun aku tidak pernah keberatan, karena bagaimana pun dia sahabat terbaik di dunia.

Bunyi tanda pertandingan selesai sudah dibunyikan. Aku dan timku bersorak riang atas kemenangan kami kali ini dan berpelukan karena saking senangnya. Setelah aku membalik tubuh, aku melihat Reyhan sedang menenangkan Aldy yang sedang kecewa berat atas kekalahannya. Wajahnya masam dan terlihat menyalahkan seluruh anak buahnya sedangkan Reyhan berusaha menenangkan dengan mengusap punggung dan kepalanya. Ingin aku mendekat, tapi suasana sangat tidak mendukung jadi aku menunggu kami sampai di kost saja dan saling berbincang karena aku dan Reyhan satu kost.

>>>>>>>>>>> 

“Wehehehe… Selamat ya jagoan, kau menang juga akhirnya!” kata Reyhan riang saat aku dan dia sudah berada di tempat kost. Terlihat Reyhan sedang membawa banyak makanan di kresek putih besar dan sebotol bir.

“Hn… Harusnya kau bersama kekasihmu dan menyemangatinya bukannya berpesta bersamaku.”

“Tidak apa-apa, lagian dia sedang tidak mau diganggu. Mungkin dia perlu waktu sendirian dan bagaimana pun aku harus hargai keputusannya.”

“Kau sangat mengerti dia ya… Apa dia membenciku?” tanyaku khawatir.

“Jangan khawatir. Dia pemain yang sportif, kalah menang itu biasa pasti dia bisa terima. Ayo sudah nikmati makanannya, aku capek-capek beli juga.”

Aku menenggak bir yang Reyhan tuangkan, “Apa kau tidak khawatir dengannya hah?”

“Hahaha… Tidak usah terlalu difikirkan, nanti dia akan kembali riang,” kata Rey sambil meminum bir lebih banyak. Aku pun melombainya dan kami minum sangat banyak saat itu. Kepalaku terasa sangat pusing, kesadaranku menipis, tapi aku dapat merasakan Reyhan yang sedang berada di atas tubuhku, menggerayangiku bahkan mencumbuku, hanya itu yang kurasakan dan mataku semakin berat hingga semuanya terlihat gelap.

-Keesokan Harinya-

KRRIIING!!!!

Jam waker yang sangat nyaring itu membangunkan tidur lelapku, “Aaah… Kepalaku sakit sekali. What? Sudah jam 10! Aku bisa terlambat ke kampus!” teriakku panik namun saat aku mencoba bangun dari tempat tidur. Aku merasakan sebuah tangan kokoh sedang memelukku dari belakang. Aku memutar tubuhku dan…

“AAAAAAAAA!!!” teriakku histeris saat menemukan Rey sedang memelukku dari belakang dengan kondisi bugil.

“Ughh… Ada apa pagi-pagi berteriak heh?” Tanya Reyhan yang masih setengah sadar.

“Re-Rey… Tadi malam apa yang kita lakukan?” tanyaku sambil menjaga jarak.

“Aaa… Itu… kau? Aku? Tidak memakai pakaian…” katanya masih dengan wajah bego’nya.

Aku membuka selimut dan benar saja ternyata aku tidak memakai celana, terdapat banyak bercak cairan sperma juga. Wajahku memerah saat menyadari keadaan ini. Aku tarik selimut untuk menutupi semua tubuhku dan mencoba berjalan namun aku merasakan nyeri yang luar biasa di bokongku, “Aaakhh… Sakit! Sial..” umpatku kesal dan terjatuh di lantai.

“Deza… Maaf, aku tidak sadar melakukannya. Tadi malam kita mabuk berat. Aku benar-benar meminta maaf.”

Aku hanya berlutut di lantai, tatapanku kosong. Apa aku gay sekarang? Dadaku berdetak kencang, wajahku benar-benar panas. Sedikit ada hal yang aku ingat, yaitu ketika Rey menindihku dan mencumbuku. Astaga! Aku benar-benar gila dengan perasaan aneh ini.

“Kau marah denganku? Ok, ini hakmu kalau kau marah dan membenciku. Kau memecatku jadi sahabatmu pun aku rela…” ucapnya dengan suara serak.

“Bodoh!” hanya itu yang bisa aku katakan.

Dia mendekat kemudian memeluk kepalaku di dadanya, “Maaf. Pasti kau sangat berharap jika melakukan hubungan sex hanya dengan orang yang kau cinta begitupun aku. Tapi aku tidak menyesal melakukannya, karena aku sangat menyayangimu lebih dari apapun. Kau sahabatku yang paling mengerti kondisiku, selalu ada buatku susah maupun senang, tidak pernah menuntutku, rival terhebatku namun yang kau lakukan selalu yang terbaik untukku. Aku memang sangat ingin menyentuhmu namun aku takut persahabatan kita hancur.”

Aku mendongakkan kepala mendengarkan ucapannya. Kukalungkan tanganku di lehernya kemudian mengecup lembut bibir merahnya, “Emmhh… Aku juga menyayangimu,” ucapku pelan kemudian memeluk lehernya, “Tapi bagaimana dengan Aldy?” sambungku.

Tatapannya sayu, “Entahlah… Aku benar-benar bingung. Aku juga sangat mencintainya.”

“Tidak perlu difikirkan. Cukup kau selalu ada untukku, aku tidak akan menuntut kau harus memilihku,” ucapku atau lebih tepat bisikku di kupingnya dengan menghembuskan sedikit nafasku. Dia tergoda, menengok wajahku kemudian mencumbuku. Kami kembali bercinta pagi itu bahkan aku melupakan kuliahku hari ini.

>>>>>>>>>>> 

Hariku semakin berwarna semenjak aku dan Reyhan menjalin kasih. Tidak lagi aku merasa menjadi orang yang kesepian karena menjomblo sekian lama. Bersama Reyhan dulu memang seru, namun tak seseru sekarang. Aku bisa merasakan menjadi orang yang berharga dan penting ketika Reyhan dengan tidak bosannya terus mencumbu dan memanjaku. Berat memang jika harus menjalani hubunga secara diam-diam begini, tapi aku tetap menikmatinya walaupun posisiku sangatlah tidak elit, aku seorang selingkuhan.

Perasaan nyeri pun sering muncul ketika Aldy harus berkunjung dan bermesraan tepat di depan mataku. Ini hal biasa yang mereka lakukan dua tahun terakhir, kehadiranku tidaklah pernah dianggap jika mereka sudah bersama. Meskipun Aldy pemuda yang sangat dingin dan keras tetapi dia memiliki wajah yang imut, dia cuek namun cerewet jika sudah menghadapi Reyhan. Hubunganku dengan Aldy tidaklah bagus, tentu saja karena persaingan kami yang begitu ketat di bidang olah raga terutama basket. Aldy selalu bersikap dingin padaku dan sengaja manja di depan Reyhan jika kami bertiga dipertemukan. Dulu, hal itu tidak membuatku keberatan. Namun semenjak aku dan Reyhan menjalin kasih, rasa sayang dan cintaku semakin besar padanya dan itu membuatku sakit.

Hari ini membuatku cukup khawatir karena sakit types Reyhan kumat. Badannya lunglay tidak berdaya, namun selalu memaksakan senyumnya untukku. Aku menghubungi Aldy agar dia datang ke tempat kost menengok keadaan Reyhan. Setelah bubur ayam yang kumasak telah masak aku pun membawanya ke hadapan Reyhan, kutiup hingga bubur itu dingin.

“Ayo makan?” pintaku sambil menyodorkan sendok.

Tapi Reyhan hanya menggeleng, “Mulutku sangat pahit. Benar-benar tidak bernafsu.”

“Sedikit saja please?” aku kembali menyodorkan sendok namun Rey menggepak tanganku dengan kasar hingga sendok yang kupegang terlempar. Aku mendengus kesal.

“Kau itu keras kepala sekali bodoh, bisakah kau menurut demi kebaikanmu?” kataku sambil mengenggam tangannya. Dia hanya diam dengan tatapan sayu. Perlahan dia menarik tangan dan tubuhku hingga aku membaringkan kepalaku di dada bidangnya. Dielusnya rambut biruku dengan lembut dan sekali-kali mengecup puncak kepalaku, aku begitu damai. Rey andai kau tau betapa bahagianya aku saat kau memanjaku seperti sekarang.

Kreekk…

Pintu terbuka, Aldy melihat cukup jelas posisi kami yang tidak normal tadi dan dia membanting keras pintu. Aku terbangun, kutatap Aldy yang juga menatapku dengan pandangan membunuh.

“Asik ya…” ucapnya menyindir.

Bibirku dan Reyhan hanya terkunci. Dia menatap sendok yang tadi terlempar, diambilnya sendok itu dan menyodorkannya padaku, “Ganti dengan sendok baru,” katanya dingin.

Aku hanya mengangguk dan bangkit dari tempat dudukku. Aku pergi ke dapur sebentar kemudian membawa sendok baru seperti yang Aldy perintahkan.

“Kau sebaiknya makan ya?” kata Aldy lembut pada Reyhan dengan senyuman hangat. Aldy menyuapi Reyhan sedangkan Rey membuka mulutnya tanpa beban. Betapa irinya aku melihat dengan mudahnya Aldy menaklukkan Reyhan. Ditambah lagi usapan lembut yang Reyhan berikan pada pipi dan bibir Aldy seolah membuat jantungku tertusuk belati yang sangat tajam. Posisiku… sangatlah buruk. Aku hanyalah sebatang benalu yang menempel pada suburnya hubungan indah mereka. Akankah aku dan Reyhan bisa selalu bertahan menyembunyikan cinta terlarang ini? Haruskah aku mundur sebelum semuanya terbongkar? Tapi bagaimana pun aku mencoba menghilangkan perasaanku pada Rey,  tidak akan berarti jika kami terus bersama. Rey… Aku belum mampu jika harus melepaskanmu.

Di sela-sela lamunanku aku dikejutkan dengan suara HPku. Kulihat ternyata dari pelatih basket. Aku mengangkat telepon tadi dan hanya bergumam pelan atas semua yang dikatakan pelatih kemudian kumatikan telepon tadi.

“Reyhan, Aldy, aku ada keperluan di luar. Aku tinggal dulu.”

“Hmm… Hati-hati,” ucap Aldy datar sedangkan Rey hanya mengangguk dan tersenyum lebar.

>>>>>>>>>>> 

“Jadi tujuan kami memanggilmu kemari ingin memberitahukan bahwa ada pelatih basket dari Cina yang sangat tertarik dengan skilmu, katanya dia akan membayar mahal jika kau bergabung pada timnya. Tapi semua keputusan ada padamu nak,” kata pelatih dengan senyuman masamnya.

Aku terdiam sejenak memikirkan dampaknya jika aku harus pergi ke Cina, “Bagaimana dengan kuliahku pak? Aku sudah semester 4 dan tinggal 2 semester lagi akan wisuda.”

“Cuti saja dulu, ilmu bisa kau kejar kapan saja. Tapi kesempatan emas ini tidak akan datang dua kali, kejarlah harta selagi muda dan kau mampu mengejarnya. Pikirkan baik-baik.”

Aku mengusap daguku, “Baiklah, aku terima kesempatan ini pak pelatih.”

Dan kami pun tersenyum.

>>>>>>>>>>>>> 
Pagi yang cerah, namun angin sejuk bertiup kencang dari sungai. Kuhirup udara segar pagi ini, kujuntaikan kakiku di sebuah dermaga yang terdapat di samping tempat kostku dan Reyhan. Seminggu lagi, aku tidak akan merasakan suasana indah di Indonesia ini. Pahit, manis, dan asamnya kehidupan aku rasakan bersama Reyhan di Indonesia selama 23 tahun ini. Persahabatan kami dimulai dari orang tua kami sampai kami pun melanjutkan persahabatan ini namun sayang, aku menyalahi kodrat.

“Hei… kau sedang apa di dermaga pagi-pagi begini?” Tanya Reyhan yang langsung duduk di sampingku.

“Hanya menikmati detik-detik terakhir di Indonesia,” ucapku datar tanpa menoleh ke arahnya.

Dia menarik daguku agar bertatap mata dengannya, “Maksudmu?” tanyanya dengan mata yang berkaca-kaca.

“Aku akan ke Cina minggu depan. Aku dibeli agar menjadi pemain basket di sana.”

“Kenapa kau tidak memberitahukanku dari awal?” katanya sedikit membentak.

“Aku pun baru tahu, Rey.”

Ditariknya pinggangku dan memelukku sangat erat bahkan hingga aku sulit bernafas, aku juga dapat merasakan bibir lembabnya menyentuh tengkukku yang membuatku memejamkan mata nikmat. Dia melepaskan pelukan, kami saling tatap kemudian mendekatkan wajah, bibir kami bersentuhan dengan lembut. Lembut dan hangatnya ciuman indah itu membuat kami memajamkan mata…

“Jadi ternyata perasaanku tidak salah?” tanya suara dingin dari arah samping kami. Aku membuka mata dan telah menemukan si rambut merah menatap kami dengan mata berkaca-kaca dan menandakan kesedihan yang teramat dalam. Kami terdiam, rasanya begitu terkejut harus dipergoki seperti ini. Tanpa banyak bicara Aldy langsung menarik tanganku, berlari menculikku dan memasukkanku dengan paksa dalam mobil merahnya. Reyhan berteriak-teriak pada kami tapi tidak dihiraukan Aldy dan dia tancap gas dengan begitu cepat.

“Ka-kau mau apa?” tanyaku panik karena dia mengendarai mobilnya dengan kecepatan di luar batas.

“Kita akan mati bersama,” katanya datar.

Mataku langsung sayu dan tidak bisa lagi membela diri, dia sangat membenciku. Kutatap wajah dinginnya, dia meneteskan air mata tapi tetap fokus menyetir meski dengan kecepatan maut.

“Maaf…” lirihku.

“Oh…” responnya sangat dingin.

“Tadi itu… Hanyalah ciuman perpisahan. Kau tidak perlu cemburu.”

“Ciuman perpisahan? Semesra itu?”

Rasanya tenggorokanku tercekat, tidak mampu untuk memberikan argument yang tepat. Mungkin inilah akhir hidupku, “JELASKAN JIKA KAU MAMPU JELASKAN!” bentaknya dengan keras dan tentu saja butiran bening itu terus mengalir di pipi pucatnya.

“Sejujurnya aku memang mencintai Reyhan. Tapi aku sadar Aldy, cintanya denganmu jauh lebih besar. Aku hanyalah benalu, dan kau pantas membenciku. Tapi, minggu dapan aku akan pergi ke Cina. Hatiku mantap meninggalkan Reyhan begitupun ragaku. Kumohon, maafkanlah Reyhan. Beri dia kesempatan kedua. Dia sangat mencintaimu melebihi dirinya sendiri dan aku hanyalah tempat pencurahan hatinya.”

Tatapan Aldy menjadi sayu. Kemudian, dengan bringas dia membalikkan mobil merahnya, dengan kecepatan yang lebih tinggi dia mengantarku kembali ke tempat kost dengan selamat, “Kau tidak mau mampir?” tanyaku sambil menengok jendela mobilnya. Dia hanya mengangkat telapak tangannya sebagai pengganti kata ‘Bye’ kemudian kembali melajukan mobilnya.

Saat aku memasuki kost, Reyhan menatapku khawatir dan mengintrogasiku. Namun perasaannya sedikit lega setelah mendengar cerita dariku tentang kejadian di mobil tadi. Aku duduk, kuraih gitar biruku dan menggenjrengnya, kemudian kukeluarkan suaraku yang memilukan, lagu yang kulantunkan untuk Reyhan jauh dari lubuk hatiku yang paling dalam.

Jreng…

Aku bisa terima meski harus terluka
Karnaku terlalu mengenal hatimu
Aku telah merasa dari awal pertama
Kau takkan bisa lama berpaling darinya
Ternyata hatiku benar
cintamu hanyalah sekedar tuk sementara

Akhirnya kita harus memilih, satu yang pasti
mana mungkin terus jalani cinta begini
karena cinta tak akan ingkari tak kan terbagi
kembalilah pada dirinya biarku yang mengalah
aku terima

ku tak bisa terima, bila terus tak setia
menghianati dia menduakan cinta
ternyata hatiku benar cintamu hanyalah sekedar tuk sementara
akhirnya kita harus memilih satu yang pasti
mana mungkin terus jalani cinta begini
karena cinta tak akan ingkari
takkan terbagi
kembalilah pada dirinya
biarku yang mengalah aku terima…

Reyhan menangis dan memelukku, “Lepaskan aku dan kembalilah padanya,” lirihku. Dia hanya mengangguk di bahuku.
-Seminggu kemudian-

Aku menyeret koper biruku, sebelum masuk ke pesawat aku kembali menengok ke belakang. Kutatap dua insan yang sedang jatuh cinta itu. Mereka telah berbaikan dan bisa menikmati hidup tanpa gangguanku mulai sekarang. Kuangkat tangan Aldy kemudian menyatukan tangannya pada tangan Reyhan, “Aku titip dia. Jaga dia baik-baik, Aldy,” kataku sambil memaksakan senyuman.

“Tanpa kau suruh pun aku akan melaksanakannya,” balas Aldy. Mereka tersenyum dan akhirnya aku bisa meninggalkan Indonesia tanpa beban.

Sedih? Itu pasti, tapi aku percaya tuhan punya rencana yang lebih menakjubkan di depan sana. Dan akhirnya aku bisa menjadi bintang basket kaya setelah berlatih 3 tahun di negri orang, pasangan hidup pun aku dapatkan, yaitu seorang gadis cantik yang sama cerianya dengan Reyhan, semua yang ada padanya selalu mengingatkanku pada Reyhan namun aku sangat menyayanginya tanpa beban.

END

Thanks sudah baca. bagaimana? Komentar please, karena komentar kalian adalah nafas dan semangat admin yanz yang membuat yanz bertahan menulis detik ini, dan komentar kalian adalah penghargaan yang sangat berarti buat yanz.

Numpang promo FB: http://m.facebook.com/daniel.yanuar4/ berlangganan FBku please? Kalau ada keperluan kalian bisa menghubungiku langsung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar