Selasa, 19 Juni 2012

Bocah Kamseupay Aku Mencintaimu


Bocah Kamseupay Aku Mencintaimu

 By: ini cerita kolaborasi antara Yanz and my wife yang paling unyu2 sedunia dan akhirat, amin *plak* Mika Izumi. Yanz sebagai penulis dan penyumbang ide dan Mika sebagai penyumbang ide dan editor. Semoga kolaborasi ini memuaskan.

 SUMMARY: Rendy adalah pengusaha muda sukses namun sombong, bertemu dengan seorang pemuda kampungan di dalam mobilnya, pertemuan itu menyebabkan banyak kesialan dan hal-hal memalukan dalam catatan hidup Rendy, namun kehebohan itulah yang membuat rendy sadar, dia jatuh cinta dengan bocah satu ini.

ENJOY

 “Senang berkerja sama dengan anda Direktur Rendy. Anda benar-benar pengusaha muda yang dapat diandalkan,” ucap pria paruh baya itu pada pemuda tinggi di depannya.

 “Itu tidak seberapa jika dibandingkan jasa anda pada perusahaan saya,” balas Rendy dengan senyum tipis.

 Terlihat mereka saling bersalaman dan pergi satu persatu dari teras perusahaan makanan instan terbesar di Indonesia tersebut. Rendy tersenyum puas mendapat penghargaan dan pujian yang sangat membanggakan dari partnernya tersebut. Ia mengenakan kacamata hitamnya (Enggak, dia nggak memiliki kerja sampingan sebagai tukang urut tuna netra), dia menyeka pelan jasnya kemudian berjalan dengan gagahnya menuju parkiran (Enggak, dia juga enggak memiliki kerja sampingan sebagai bodyguardnya Chelsea olivia).

 Dia mencoba menarik handle pintu mobilnya, namun begitu terkejut setelah menemukan mobilnya dalam keadaan tidak terkunci. Dahinya langsung mengerut, rupanya dia lupa mengunci mobil sebelumnya. Namun syukurlah, mobilnya tidak diculik dan diperkosa. Meskipun Rendy orang penting, tapi dia tidak suka memakai supir. Rendy masuk ke dalam mobilnya kemudian memantati(?) jok mobil dan memasang sabuk pengaman, namun dia mengendus aroma yang tidak enak. Um.. aromanya seperti keringat unta yang abis lari maraton di gurun Sahara.

 PETOOK!

 Suara ayam berkokok itu membuatnya memalingkan badan ke belakang, “Hei apa yang kau lakukan di dalam mobilku?!!!” bentak Rendy.

 Terlihat seorang remaja kucel, kusam, namun cute kaya Dora kena AIDS sambil memeluk ayam dengan cengiran lebar yang memamerkan deretan gigi rapinya, “Hehehe… Maaf, boleh numpang ya?” tanyanya tanpa dosa. Hellooo~ Lo udah dari kapan tau maenan di mobil orang, sekarang baru minta ijin?

 Suasana semakin mencekam, Rendy melotot geram, gerahamnya bergesekan, dia menatap si remaja dengan tatapan membunuh, dan bak seekor marmut Zimbabwe kecanduan apel dia berkata, ‘Mas ini anakmu! Mas, nikahi aku, mas! Nikahi aku!’ Eh, enggak gitu dialognya ding, tapi seperti ini, “NO! Kau fikir aku supir taksi, hah? Dan bau apa pula ini? Aaarrgghh ayammu buang air di mobilku! Keluar! keluar!”

 Namun teriakan Rendy malah membuat ayam jago itu shock dan mengepakkan sayapnya hingga menerjang wajah tampan Rendy dengan nistanya, pantat ayam itu berada tepat di hidung Rendy dan…

 PROOT…

 Si ayam nista pup di wajah tampan Rendy, “AAAAAAAAAAAAAAARRGGHH!!!” Rendy mengerang histeris. Demi penguasa kampung rambutan, wajahnya yang mengalahkan ketampanan tetangganya pak Bambang baru saja dinodai oleh seekor ayam! Dengan cepat dia menepis sang ayam kemudian mengelap wajahnya yang sudah direnggut kesuciannya oleh seekor ayam -iya, seekor ayam- dengan tissue dan menyiram wajahnya dengan air mineral. Rendy keluar dari mobil dan muntah habis-habisan di samping mobilnya. Dia geram dengan bencana yang menimpanya sore ini. Sebagai lelaki paling tampan di kalangan para penghuni taman lawang, Rendy ngerasa terhina! Piso mana piso?!

Dibukanya pintu mobil belakang dengan kasar, ditatapnya remaja kucel itu dengan jijik, kemudian mengambil sapu tangan yang ada di saku jas-nya untuk melindungi tangannya saat menarik kasar tangan mungil remaja itu.

 “Pergi sana gembel! Seenakmu saja masuk ke mobilku. Memangnya mobilku ini terlihat seperti angkutan umum?!” kata Rendy kalap sambil menutupi hidungnya.

 Remaja itu menatap Rendy dengan mata yang berkaca-kaca dan menatap lesu, persis kaya orang yang lagi mabok deterjen. Hal itu membuat Rendy seolah terhipnotis, dadanya berdesir-desir, mukanya memerah. “Tolonglah om, aku dari desa sekarang tersesat dan kehabisan uang. Siapa lagi yang bisa menolongku di kota besar ini,” katanya memelas.

 Baru saja Rendy iba namun dia kembali berang saat mendengar ucapan remaja barusan, “APA? Om kau bilang?” tanyanya kemudian melepas kaca mata, melepas jas dan menggulung lengan kemejanya, membuat gadis-gadis yang melihatnya langsung kejang-kejang seketika. “Apa aku ini ada tampang om-om, heh?” tanyanya geram. Demi penguasa kampung rambutan, bocah ini– Grr.. kalau bukan karena ingin menjaga imejnya, pasti sekarang Rendy sudah memereteli tukang parkir yang sedari tadi memperhatikan mereka. (sumpah ini ngga nyambung banget)

 Remaja yang belakangan diketahui bernama Tirta itu langsung ciut dan berjongkok sambil ngorek-ngorek pasir, “Haah… kasar sekali, bener kata emak, orang kota itu sombong-sombong dan tidak berperasaan…” ucap Tirta lesu.

 Rendy mendelik kesal, disingkapnya poni Tirta yang sedang menunduk itu, kemudian Tirta mendongak yang membuat Rendy tersentak, “Puppy eyes yang mengerikan…” desisnya pelan.

 “Memang kau mau kemana?” tanya Rendy hati-hati.

 Tirta berdiri semangat dan nyengir selebar bibir sumur di hadapan Rendy, “Aku baru saja lulus SMA dan mau mencari kerja di kota!”

 Rendy melipat tangan di dada, mengusap-usap dagunya dan menatap Tirta dengan jeli, “Kau bisa apa memang?”

 “Aku bisa apa saja! Aku pekerja keras!” terlihat Tirta mengelap tangannya ke baju kemudian menyodorkan tangannya ke Rendy , “Namaku Tirta!”

 Rendy menatap jijik, ‘Anak ini terlihat polos dan gak ada tampang kriminal, mungkin bisa dipercaya,’ ucapnya dalam hati, “Umm… nama yang terlalu bagus untuk orang kampung, aku Rendy. Aku tinggal sendiri dan belum punya pembantu. Mungkin kau bisa jadi pembantuku?” kata Rendy menjaga jarak.

 “Apapun! Asal engga disuruh ngepet aja,” kata Tirta bersemangat, senyumnya mengembang, sinar aneh menyelimuti sosoknya, jadi terlihat bagaikan malaikat, dan ingusnya meler (gak ding, orang cakep mana boleh ingusan).

 KRIUUKK~

 “Kau kelaparan?” tanya Rendy ketus.

 “Hehehe… Iya, sudah 2 hari aku tidak makan, lapar sekali~”

 Rendy mengurut keningnya perlahan, “Hmm.. Sekarang masukkan ayammu ke bagasi, kita makan di mall seberang jalan.”

 Cengiran Tirta semakin lebar, kali ini menjadi selebar lapangan bola. Tirta memasukkan ayamnya ke bagasi seperti yang di perintahkan, “Justin, kamu harus bertahan, ya. Justin Bieberku sayang..” kata Tirta sambil mengecup kepala ayamnya pelan. Rendy memandang illfeel. Ia langsung memalingkan mukanya begitu si Justin Bieber menatapnya dengan napsu untuk menodainya sekali lagi.

 0-0-0-0

 Tirta menatap bangunan mewah itu dengan takjub, “Waah… seperti istana, selama ini aku hanya melihat emoll dari TV.”

 Rendy memutar bola matanya, “Kamseupay banget, awas ya kalau malu-maluin…”

 “Aah ada tangga jalan! Akhirnya mimpiku terwujud! Emak, liat anakmu ini berhadapan dengan tangga jalan!”

 “Hati-hati kepeleset, ini namanya eskalator bukan tangga jalan. Duluan sana, takutnya beneran jatuh yang ada kepalamu bocor kebentur ubin.”

 Dan benar saja, Tirta yang menaikkan satu kakinya dan meninggalkan kakinya yang lain sehingga terseret eskalator dan nyaris jungkir balik, namun berhasil Rendy antisipasi dengan memegangi pinggang Tirta (wew so sweet).

 Ke-kamseupay-an Tirta gak berakhir di situ, begitu eskalator sampai di atas dia hanya diam, alhasil sandal jepitnya kejepit eskalator, dia panik dan heboh sendiri sedangkan Rendy masih mendelik kesal.

 “Lepas aja sendalnya!” bentak Rendy yang saat itu sangat malu ditatap banyak orang. Ingin rasanya ia melakukan tarian hujan agar ada hujan badai yang menyapu orang-orang yang menatapnya dengan tatapan biadab itu.

 “Tapi…”

 “Gak ada tapi-tapian kamseupay! Bodoh…”

 Tirta manyun dan menurut. Dengan berat hati dia melepas sendal jepit yang sudah menemaninya dari desa hingga sampai ke kota itu. Mereka sudah melewati banyak hal bersama, sungguh kenangan yang tak akan pernah terlupakan oleh Tirta. Kemudian dengan kaki yang kapalan dan kutilan dia melangkahkan kakinya di ubin mewah nan gemerlapan itu (gak ding, masa orang ganteng kutilan LOL).

 Tidak jauh berjalan akhirnya menemukan foodcourt, “Mau makan apa?” tanya Rendy masih dengan nada dingin.

 “Ada semur jengkol sama nasi kucing gak?”

 “Gak ada lah, bodoh… biar aku yang pesan. Kamu duduk manis di sini, awas kemana-mana nanti disangka anak monyet Timor Leste kesasar di mall.”

 Tirta manyun dan duduk manis seperti yang di perintahkan Rendy, sedangkan Rendy mencari counter yang sepi supaya tidak capek mengantri. Tirta terlihat bosan, diambilnya botol saus tomat yang ada di atas meja, dengan wajah bosan dia memencet-mencet botol saus itu hingga isinya muncrat ke lantai.

 SROOT… SROOT…

 BRUUUKK!!!

 Rendy terjatuh dengan pantat yang mencium lantai dengan mesranya, semua karena cairan saus yang Tirta mainkan tadi, “AAAARRRGGHHH!”

 0-0-0-0-0

 “Umm…” gumam Tirta sambil menatap spageti yang ada di hadapannya. Rendy kembali memesan makanan setelah membersihkan celananya walau masih jelas bekas saus menempel di bokongnya.

 “Gara-gara kau kamseupay bodoh, aku jadi seperti orang datang bulan sekarang.”

 Tirta tertawa garing dan langsung dibalas dengan pelototan oleh Rendy –tetep aja ngga keliatan kalo Rendy melotot, matanya kan rada sipit, “Cepat makan, aku mau cepat pulang dan istirahat.”

 Tirta mengangguk polos kemudian memegang sendok dan garpu dengan heran, bukanlah hal biasa baginya makan menggunakan alat. Dia mencoba menyendok spageti panjang itu namun jatuh lagi ke piring, berkali-kali dia coba tetap saja jatuh. Dia mulai kesal hingga akhirnya membuang sendok dan garpu dan memakan spageti dengan lahap menggunakan tangannya. Orang sekitar menatap illfeel ke arah mereka. Andai ada kardus, mungkin detik itu juga Rendy menyembunyikan wajah tampannya dalam kardus. Andai ada jurang di dekat situ, deetik itu juga dia akan mendorong tukang parkir yang ia temui di parkiran tadi.

 Tirta menutup mulutnya, matanya terbelalak dan pipinya menggembung, membuatnya terlihat seperti doraemon keselek obat nyamuk. “Ada apa lagi, huh? Kurang cukup kau membuatku malu? Telen makanannya jangan hanya di tampung di mulut,” kata Rendy ketus.

 Dengan berat hati Tirta menelan makanan itu, “Uughh… makanan orang kota rasanya aneh, aku mau muntah…” kata Tirta dengan wajah yang membiru bagaikan orang lagi nahan kentut.

 “What? Jangan muntah di sini, malu-maluin lagi nanti!” dengan cepat Rendy menyeret Tirta ke toilet.

 HOEEEKKKK!!

 Tirta muntah dengan sepenuh jiwa dan raga di atas wastafel, sedangkan Rendy membuang muka namun dengan so sweetnya mengusap-usap pundak Tirta. Ingin rasanya Rendy bunuh diri dengan cara nyelupin(?) muka ke kloset saat itu juga.

 “Cepetan kamseupay bodoh, aku jadi ikutan mual jadinya.”

 Tirta mencuci mukanya kemudian membalikkan tubuh, wajahnya pucat dan lesu. Lagi dan lagi, dada Rendy berdesir melihat kepolosan wajah remaja itu.

 “Perutku masih lapar, tuan…” katanya memelas. Rendy tak berkutik.

 “Yaudah nanti beli makanan di pinggir jalan, mungkin perut kamseupaymu lebih bisa menerima makan jalanan.”

 Mereka pun akhirnya kembali ke mobil. Walau sebenarnya sangat terpaksa, tapi Rendy cukup gentle membukakan pintu mobil belakang untuk Tirta, sedangkan dia duduk di depan untuk menyetir. Terlihat Tirta tidak bisa diam, sudah karakternya memang kalau melihat hal baru jadi sangat udik, “Jangan sentuh apapun!” bentak Rendy, Tirta kaget dan duduk manis.

 Rendy mulai menyalakan mesin mobilnya, namun Tirta yang tidak bisa diam berjejal di sisi kursi dan ingin duduk di depan bersama Rendy.

 Bruutt….

 “AAAARRGHH! Kau kentut? Gila! Baunya kaya terasi yang dipendam dalam ketek gorilla selama satu abad tau gak?” protes Rendy yang segera membuka jendela untuk mencari asupan oksigen yang tak beracun.

 Tirta nyengir innocent, “Hehehe, maaf kelepasan…”

 Dengan muka berlipat-lipat saking kesalnya, Rendy mulai menjalankan mobilnya. Sedangkan Tirta membiarkan angin dari jendela menerpa wajah imutnya. Mulutnya terbuka dan sesekali mengucapkan kata ‘wow’ ketika melihat begitu mewahnya bangunan di kota. Seperti yang dijanjikan, Rendy membeli makanan di pinggir jalan yaitu bakso, dan Tirta nyengir bahagia saat mencium aroma bakso yang sangatlah menggugah selera.

 Setelah perjalanan yang cukup panjang tadi, akhirnya sampailah di pesisir pantai, dimana rumah idaman Rendy dibangun. Rendy memang sudah sangat lama punya impian memiliki rumah kecil namun mewah di pesisir pantai agar dia bisa menghirup aroma laut di pagi hari.

 Elit memang rumah ini, tapi seperti yang diketahui Rendy tinggal sendiri tanpa ada yang merawat sehingga rumah itu sangatlah kacau bagaikan bangkai Bajai abis keserempet kereta api, Tirta pun menganga lebar melihat rumah dekil ini, lebih dekil dari rumahnya di kampung bahkan. Begitu masuk naluri pembantu Tirta langsung muncul, dipungutinya sampah-sampah yang berserakan di lantai.

 “Ok, good boy. Sekarang beresi seisi rumah ini, ok? Aku mau mandi dulu. Oiya, cuci dulu pakaianku karena malam ini aku ada kencan,” Tirta manggut-manggut patuh.

 Baju Rendy berserakan di mana-mana sehingga pelukan Tirta penuh dengan baju-baju. Dia bingung dimanakah gerangan letaknya wahai sumur. Hingga akhirnya Tirta menemukan tempat cuci piring, dia ingat seperti di mall tadi, corong pipa ini bisa mengeluarkan air bila diputar, dan benar saja! Tirta bersorak bahagia saat air keran berkucuran, ‘Di kota enak banget nyari air. Kalau di kampung harus jalan sejauh 15 mil dulu baru dapet air, itu juga kalau nggak mati karena dehidrasi di tengah jalan,’ ucapnya dalam hati.

 Dia melirik sunlight dan nyengir bahagia saat mencium bau wangi dari sang sabun, dan dia mulai mengucek-ngucek baju Rendy di pencucian piring dengan sunlight.

 Rendy yang masih handukan dan basah menggosok-gosok rambutnya dengan handuk langsung menjerit histeris kaya ibu-ibu abis dapat arisan melihat kelakuan Tirta, “KAU! Kamseupay!” teriaknya sambil menjitak kepala Tirta penuh kenistaan.

 “Apa yang salah sih?” protes Tirta dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Eh, maksudnya tuh matanya udah mulai basah gitu(?), kasian dong kalo matanya kemasukan kaca. Ntar kalo dia buta gimana? KASIAN NENEKNYA!!

 Rendy kembali berdebar melihat wajah memelas anak itu, “Ini tempat cuci piring, bodoh. Kalau cuci baju itu di mesin cuci,” kata Rendy menunjuk-nunjuk kotak besar.

 “Masa iya mau nyuci aja harus masuk ke dalam kotak kecil itu, nanti akunya sesek.”

 “Bukan begitu bodoh, kau itu tidak pernah nonton TV hah?”

 “Bukannya gak pernah, tapi aku terlalu sibuk belajar dan bekerja mana sempat nonton TV ke rumah tetangga. Keluargaku kan pas-pasan.”

 Bibir Rendy langsung membeku –bukan, bukan karena bibirnya dimasukin ke dalem freezer, maksudnya tuh.. Dia jadi sepicles gitu. Dia kembali iba menatap remaja mungil ini. Dia mendengus pelan kemudian mengajari cara mengunakan berbagai barang elektronik di rumah –kalau tak bisa disebut istana tersebut.

 0-0-0-0

 Tirta sedang serius-seriusnya menyetrika baju Rendy yang menggunung, namun terdengar Rendy memanggil, “Setrika dulu bajuku ini. Ini akan kupakai nanti malam buat kencan jadi kau harus hati-hati!”

 Tirta mengangguk innocent yang kembali membuat Rendy deg-degan.

 Rendy asik nonton TV di ruang tengah. Dengan singlet dan boxer dia memindah-mindah channel yang acaranya membosankan. Kuping Tirta bergerak-gerak, dia mendengar suara aneh dari arah dapur dan dia yang baru ingat ada pakaian yang sudah lama di dalam mesin cuci segera berlari. Naas, ruangan itu sudah dibanjiri air dan busa yang melimpah, Tirta panik dan dengan bodohnya memukul-mukul mesin cuci dengan sapu. Sebenarnya pada awalnya dia berpikir untuk meminta bantuan Doraemon, tapi ternyata takdir tak mengijinkannya. Entah karena abis digodain banci mana, Dora tiba-tiba terserang penyakit Bancilitis Traumatitis. Mohon doanya untuk kesembuhan Doraemon.

 “KAMSEUPAY BODOH!” di luar terdengar Rendy berteriak marah yang membuat Tirta berlari keluar.

 “A-ada apa?” tanyanya Panik. Rendy menunjuk bajunya yang sudah gosong dengan geram. Busa dari dalam semakin menggila dan menyembur(?) keluar seperti lumpur lapindo kemasukan arwah marmut Zimbabwe. Rendy semakin geram dan tanpa banyak pikir dia menyeret Tirta dengan kasar keluar rumah.

 “Kau! Pembawa sial, jangan mendekatiku lagi!” Bentaknya. Tirta sudah mau menggunakan puppy eyesnya, namun keburu Rendy tutup pagarnya.

 “Tu-tuan! Ini sudah malam… aku tidak tau harus kemana,” kata Tirta memelas namun tidak ada jawaban dari dalam.

 Tirta bersandar pasrah di pagar, dia duduk kemudian memeluk lututnya. Malam itu bukan hanya dingin, namun mendung dan benar, saja hujan lebat langsung menerpa tubuh mungilnya. Dia bangkit, sesekali menatap ke dalam namun dia kembali menggeleng dan duduk lagi bersendar di pagar.

 Hujan malam itu cukup besar, dan terpaannya bukan hanya dingin namun menyakitkan seperti batu kerikil yang menjatuhi tubuh. Nafas Tirta mulai tersengal, dia kedinginan dan kelelahan.

 Disisi lain Rendy terus saja memantau Tirta dari balik tirai. Ada sedikit rasa iba dan khawatir dalam benaknya, tapi dia kembali mengingat kesialan yang Tirta ciptakan, hal itu membuat Rendy ilfil berat. Namun tubuh Tirta miring dan terbaring di pasir. Hal itu membuat kecemasan Rendy semakin parah. Dia tidak bisa menahan diri lagi dan akhirnya keluar menerjang hujan dan mengangkat tubuh mungil itu ke dalam.

 “Hei, kamseupay bodoh! Bangun!” bentak Rendy sambil menampar-nampar pipi Tirta pelan, namun tidak ada respon.

 Rendy menyentuh dahi dan leher Tirta.
 NYESS
 ‘Gila, tangan gue kaya abis dimasukin kedalem oven! Gosong ngga ya tangan gue?’ batin Rendy
 Rupanya Tirta demam parah. Rendy mulai panik.

 Dia memnggendong tubuh Tirta ke kamar mandi, dadanya kembali berdesir melihat wajah polos Tirta. Dia ragu ingin melepaskan pakaian anak itu, takutnya ntar dia bangun trus ngira si Rendy mau merkaos dia, namun tetap dia lepas perlahan. Tubuh Tirta polos, putih kuning –bukan, ‘kuning’ yang dimaksud bukanlah yang ngambang di jamban itu- dan menggoda iman. Rendy menelan air liurnya dan celananya menyempit gara-gara pemandangan di hadapannya. Apakah karena tubuhnya tiba-tiba membesar dan sebentar lagi dia akan berubah menjadi raksasa? Bukan.. Celananya menyempit karena ‘sesuatu’ yang lain. Dia mulai mengguyurkan air ke badan mungil itu dan menyabuni tiap lekuk tubuhnya. Otomatis Rendy menyentuh tubuh Tirta dan dadanya semakin berdesir. Selesai memandikan Tirta dia mengeringkan tubuh itu dengan handuk kemudian menyelimutinya dengan handuk.

 Rendy membongkar-bongkar lemarinya, mencari pakaian hangat untuk Tirta dan dia menemukan switer biru yang kebesaran memang untuk Tirta namun hangat. Tubuh pemuda mungil itu semakin manis dengan melekatnya switer kebesaran di tubuhnya. Rendy harus extra sabar menahan mimisan karena kemanisan brondong ini. Rendy mengompres kepala Tirta dan mengusap kepalanya sesekali.

 “Imutnya…” desis Rendy pelan. Rendy menggigit bibir bawahnya, sedikit menimbang-nimbang ingin melakukan apa, namun perlahan dia merapatkan tubuh pada Tirta. Dipeluknya tubuh mungil itu, wajah Tirta tenggelam di leher Rendy, Rendy mengusap pundak pemuda itu. Hatinya terasa hangat.

 “Eeengh…” terdengar erangan kecil dari bibir Tirta, Rendy menjaga jarak dan menatap wajah remaja itu.

 “Ka-kau sudah sadar?” tanya Rendy gelagapan.

 “Hu’umh… bagaimana bisa aku di sini?” tanya Tirta bingung. Dia membuka selimut, sadar pakaiannya sudah diganti wajahnya langsung memerah, “Tu-tuan yang mengganti pakaianku?”

 Hening…

 Keduanya gugup dan tidak mampu berkata-kata, namun tanpa terduga Rendy menarik pinggang mungil Tirta dan menahan lehernya. Terlihat bibir Tirta terbuka dan sedikit bergetar, mereka saling tatap, tatapan yang semakin dalam membuat Rendy kehilangan kendali dan mendekatkan bibirnya ke bibir Tirta. Bibir mereka bersentuhan, Tirta terpejam dadanya semakin memanas, tubuhnya menggeliat saat bibir Rendy mulai melumat lembut bibir Tirta. Tangan Rendy mengusap-usap punggung Tirta dengan lembut, lidahnya menjelajahi mulut Tirta.

 “Eenghh…” Tirta melenguh pelan. Tangannya mengusap lembut pipi Tirta lembut.

 “Kamseupay, kurasa aku jatuh cinta denganmu,” kata Rendy setelah melepaskan ciumannya. Tirta shock dan menyembunyikan wajah memerahnya di dada Rendy.

 “Kuanggap itu sebagai jawaban iya…” kata Rendy tersenyum damai. Dipeluknya pinggang Tirta dan berpelukan erat dimalam dingin itu…

 -0-0-0-

 PETOOKK EEEKKK

 Dan pada akhirnya ayamnya Tirta, si Justin Bieber mati bengek dalam bagasi mobil, sedangkan partner kencan Rendy menunggu di tengah hujan. Hidup memang kejam.


 END

NP: maaf ya, akhir2 ini aku lagi kena syndrome drama korea jadi demen beud sama pemeran utama yang judes kaya cha chi soo di cool guy hot ramen, tau kaga? Kaga tau? Kamseupay XP

Oiya yang baca wajib koment karena komentar kalian adalah jiwa dan ragaku. Ibarat burung komentar kalian adalah sayap yg membantuku terbang. Jadi KOMENTAR!


Sabtu, 09 Juni 2012

Borgol Cinta


Borgol Cinta
By: Yanz
SINOPSIS: Deny dan Ari adalah 2 remaja dari keluarga kaya, mereka sangat tidak akur namun mereka diculik bersamaan dan diborgol berdua, akankah kebersamaan itu bisa merubah hubungan mereka?

“Deny, kakak punya kejutan buat kamu!”  kata seorang cowok tampan berumur 19 tahun itu dengan senyum mengembang.

“Hn… Ada apa Kak Reihan?” tanya cowok berumur 17 tahun yang duduk di kursi roda itu.

“Kamu kan bosan karena home schooling setiap hari hanya sendirian, makanya kakak bawakan teman karena kakak sudah mulai kuliah jadi tidak bisa menemanimu lagi Deny.”

“Tidak mau, aku sayang kakak. Aku hanya mau kakak yang ada di sisiku!”

“Ahaha… Nanti kau akan menyayangi teman barumu. Dia anak yang menyenangkan. Ari ayo masuk!” kata Reihan dan muncullah seorang pemuda pirang yang sebaya dengan Deny, wajahnya dihiasi senyuman merekah.

“Perkenalkan, aku Ari. Semoga kita bisa menjadi teman baik,” kata Ari dengan senyuman khasnya dan mengacungkan jempolnya. Deny menatap jijik dan angkuh.

“Tidak… Aku tidak butuh siapapun selain kakak!”

Reihan menatap Deny dengan hangat, mengusap kepalanya dan mengecup keningnya, “Cuma sebentar, kakak hari ini mulai kuliah. Deny harus membiasakan diri bersosialisasi dengan orang lain ya?” katanya sambil berlalu, terlihat wajah Deny yang begitu kesal, “Jaga dia ya,” bisik Reihan kepada Ari, dan dibalas dengan anggukan mantap dan Reihan pun lenyap dari pandangan Deny.

“Aku sudah dengar banyak hal tentangmu dari Reihan. Rupanya kau tidak lebih dari seorang bocah manja,” kata Ari dengan senyum menyindir.

Dahi Deny langsung berkedut, “Tau apa kau tentang aku?!! Jangan sok!”

“Seharusnya kakimu yang patah saat usiamu 5 tahun itu sudah sembuh setelah belasan tahun, tapi kau saja yang tidak punya keberanian mencoba berjalan kan? Kau juga tidak berani bersosialisasi sehingga mengurung diri di rumah dan bermanja ria dengan kakakmu itu, pengecut!”

“TUTUP MULUTMU! Keluar dari kamarku sekarang!” teriak Deny emosi sambil meraih bantal-bantal yang ada di kasurnya kemudian melemparkannya ke Ari.

Ari tidak bergeming, dia malah melangkah maju dan mencengkram kedua tangan Deny, “Berdiri!” katanya sambil menarik tangan Deny.

“Tidak mau! Bisakah kau urusi dirimu sendiri!”

“Aku ingin kau sembuh, jangan hanya bisa bersembunyi ddi balik ketiak kakakmu!” kata Ari sambil menarik paksa Deny, namun yang Ari dapatkan adalah gigi Deny yang menancap di tangannya.

“Arrghh… Kau ini, keras kepala,” kata Ari menatap heran. Dia pun berdiri ke sisi belakang kursi roda dan mendorong kursi itu.

“Kau mau membawaku kemana bodoh?”

“Kau harus melihat yang namanya dunia luar bego! Apa kau mau terbelenggu dalam castil mewah ini selamanya tapi kau meninggalkan banyak hal di luar selama ini?”

“Kakakku bilang di luar itu berbahaya! Hei bodoh kembali bawa aku pulang!” Deny terus meronta-ronta di kursi roda tapi apa boleh buat, dia tidak berdaya.

“Kau itu bego kaya rapuncel ya? Percaya saja dengan penyihir jahat yang membelenggumu di dalam castil.”

“Hei br*ngs*k! berani-beraninya kau menghina kakakmu! Dia bukan penyihir jahat!!!”

“Ssstt… Coba lihat, betapa indahnya kota kita sekarang?” kata Ari dengan senyuman merekah.

Deny langsung mengambil sapu tangan di sakunya, “Penuh polusi udara! Bawa aku pulang… Sebentar lagi guru kita akan datang!”

“Hahaha… Aku tidak perduli! Aku akan membawamu jalan-jalan seharian dan memperlihatkan padamu indahnya dunia bebas!” teriak Ari bersemangat.

Di sisi lain, ada 4 orang bertampang sangar yang sedang memperhatikan Ari dan Deny dari mobil box putih mereka, “Bos, lihat 2 remaja itu, mereka sangat manis. Pasti harganya akan mahal di pasaran,” kata pria sangar yang bermata hijau itu.

“Hmm… Boleh juga, mumpung sepi ayo cepat tangkap!” perintah sang ketua yang memiliki rambut merah dan badannya dipenuhi dengan piercing. Pria bermata hijau dan pria berambut putih itu pun berjalan mendekati Deny dan Ari, wanita cantik berambut biru itu keluar dari mobil box dan membuka bagasi belakang sedangkan sang leader stand by di depan setir.

Terlihat 2 penjahat tadi berjalan dengan santai dan tidak mencurigakan namun setelah sampai di belakang Ari, pria berambut putih langsung menutup wajah Ari dengan sapu tangan yang dibubuhi bius sebelumnya. Tubuh Ari langsung roboh dan digendong pria berambut putih sedangkan Deny ditangani pria bermata hijau. Deny terus mengoceh karena dia belum sadar kalau bukan Ari yang mendorongnya namun dia sadar setelah dia diangkat ke dalam mobil box itu bersama Ari, kemudian mereka dikunci.

0o0o0o0

Ari mencoba membuka matanya perlahan, sangat kabur, itulah yang dia lihat. Dia mengerjabkan matanya dan menemukan sosok Deny yang menatap ketus, “Dimana kita?” tanya Ari dengan wajah polosnya.

“Ini salahmu bodoh! Sudah kubilang dunia luar itu berbahaya dan sekarang kita diculik!”

“Hum? Benarkah…” kata Ari dengan begonya dan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, “He-hei… Mobilnya sudah berhenti, kau jangan berisik. Pura-puralah pingsan…”

“Hn? Tapi…”

“Ssst…”

Ari merebahkan tubuhnya dan terlihat tak sadarkan diri, begitu pun Deny walaupun dia hanya memejamkan mata di atas kursi rodanya.

“Manis sekali, mereka tertidur lelap. Cepat angkut mereka!” Pria berambut putih yang memiliki tubuh besar itu mencoba menggendong tubuh Ari, namun setelah sampai di luar mobil…

BUUK!

Tinjuan keras mendarat di hidung pria berambut putih. Ari berlari sekencang mungkin namun wanita berambut biru tadi dengan cepat melepas high heelsnya dan lemparannya tepat di kepala Ari, dia pun terpelanting di tanah dan wanita berambut biru itu berlari cepat, dicengkramnya leher Ari dengan keras, “Kau mau cari mati anak muda? Hahaha..” tawa iblis wanita itu menggema.

Wanita itu menarik kerah baju Ari dan dia pun terseret tidak berdaya. Para penjahat itu masuk kesebuah gudang besar namun kumuh di pinggiran kota yang berjejer rumah susun kumuh, namun gudang itu lebih jauh dari perumahan karena dikelilingi pagar tinggi. Ari dan Deny diseret masuk ke sebuah ruangan yang ternyata dipenuhi anak-anak yang umurnya kisaran dari 10-17 tahun di sekap ruangan itu.

“Oh… Kau licik sekali, jadi kau ingin kabur dan meninggalkanku sendirian hn?” tanya Deny dengan ketus.

“Kenapa kau tadi tidak mengikutiku bego?”

“Karena kenyataannya gagal kan?” kata Deny dingin. Ari mengusap wajah berkeringatnya dengan kesal.

“Sekarang terserah kau, mau jalan atau tidak yang pasti aku akan kabur,” kata Ari sambil melihat seisi ruangan kemudian memanjat karena melihat atap yang berlubang.

DOOR!!

Sebuah tembakan nyaris mengenai Ari. Meleset memang tapi letusan senjata api yang diberikan wanita berambut biru itu berhasil membuat Ari terjatuh, “Kau tidak menyerah juga rupanya, hahaha…” kata wanita itu sambil menodongkan senjatanya. Butiran keringat menetes di kening Ari, wanita itu mendekat dan memasang borgol ke tangan Ari, kemudian menyeretnya kasar dan memasang borgol yang satunya ke tangan Deny.

“Hey?!!!” teriak Deny dan Ari bersamaan. Wanita itu hanya menyeringai iblis, kemudian dia menatap ragu pada Ari yang lincah ini dan menambahkan ikatan tali di tangan dan kaki Ari kemudian pergi.

“Ck… Hei, lepaskan ikatanku ini!” perintah Ari.

Deny menyeringai licik, “Kau memerintahku? Hell no!”

“Kau mau bebas tidak? Dan bertemu dengan kakak angelmu itu!”

“Ini semua salahmu, seharusnya detik ini juga aku masih aman di rumah megahku.”

“Shit, kau itu bego ya? Penyesalan gak ada gunanya dan sekarang kita harus memperbaikinya. Move! Lepaskan ikatanku ini!” kata Ari nyaris berteriak. Deny terlihat menimbang-nimbang, kemudian dia membungkuk untuk melepaskan ikatan tangan Ari. Setelah bebas, Ari langsung berlari namun dia langsung terjengkal karena terhambat borgol yang disatukan dengan Deny.

“Kuso… Borgol ini membebaniku saja!” ucap Ari kesal dan Deny pun mendelik kesal. Ari mendorong kursi roda itu dan berjongkok di sisi dinding yang kropos, “Sepertinya dinding ini bisa dijebol,” kata Deny, Ari mengangguk mantap. Dia menarik dinding rapuh itu satu persatu hingga jadilah lubang besar yang bisa memuat Deny dan kursi rodanya. Mereka berdua sudah mau kabur tapi Deny menahan, dia menatap kumpulan anak yang juga diculik sedang terikat, terlihat mereka meringis minta dibebaskan.

“Sssst… Aku akan membebaskan kalian tapi jangan berisik ok?” kata Ari berbisik kemudian melepas ikatan anak-anak itu satu persatu. Deny dan Ari mempersilahkan anak-anak itu keluar dari lubag lebih dahulu sehingga mereka semua berhasil bebas, namun saat Ari mencoba mendorong kursi roda Deny keluar terdengar suara pintu dibuka…

CEKLEK!

“Hei mau kemana kalian?!!” teriak pria bermata hijau dan diiringi ke-3 penjahat lain. Ari dengan cepat berlari mendorong Deny, bersyukurlah jalannya sudah disemen sehingga kursi roda Deny tidak tersandung.

Mereka berlari mengitari halaman rumah penduduk sekitar yang dipenuhi dengan jemuran, kecepatan mereka berlari membuat kolor dan kutang berterbangan kemana-mana yang membuat sang empunya jemuran berteriak kesal dan melempar ember, sayangnya ember naas tersebut mendara cantik di kepala pria berambut putih.

Mereka juga melewati peternakan sapi yang tanpa sengaja menumpahkan ember sapi eh ember susu sapi perah maksud saya, yang membuat sang peternak marah dan melepas salah satu bantengnya. Banteng yang berlari membabi buta tersebut sangat brutal karena melihat rambut merah sang leader penculik dan menyeruduk kawanan penjahat itu hingga membuat mereka rubuh kecuali si wanita berambut biru. Dia sangat gigih dan satu-satunya penjahat yang tidak bodoh diantara ke-4 penjahat tolol itu. Dengan mata yang bersinar dia berhasil mencengkram kerah baju Ari. Namun hinggaplah seekor kecoa yang entah dari mana asalnya yang membuat wanita berambut biru itu berteriak histeris layaknya wanita, Ari membelokkan arah karena di depan ada lubang tambang namun karena panik wanita itu terus berlari hingga tercebur. Malang sekali.

Ari ngos-ngosan berat namun dia begitu riang gembira karena telah lepas dari petaka. Dia juga sangat lega ketika melihat sebuah mobil truk dan dia pun meminta tumpangan, “Pak, kami habis diculik. Bolehkah meminta tumpangan?”

“Waduh… Kalian tak apa-apa nak? Tentu saja boleh kalau kalian tidak keberatan,” kata bapak-bapak tersebut dengan senyuman ragu.

0o0o0o0

“HOEEEEKKK! WHAT THE HELL IS THAT?  Serius kita naik truk yang isinya full kambing plus dengan tai-tainya?” protes Deny

“Mau bagaimana lagi memang ini kenyataannya, pasrah ajalah. Bentar lagi sampai,” kata Ari menutup hidung dan menepuk-nepuk bahu Deny.

Criiittt!!!!

Terdengar suara rem mendadak yang membuat keseimbangan goyah hingga wajah tampan Deny menyeruduk pantat kambing dengan nistanya, “AAAAAARRRRGGHHH!!!” Deny berteriak frustasi. Ari hanya berdecak kagum (?).

“Terimakasih banyak atas tumpangannya pak,” kata Ari dengan ramah plus senyuman manis bak madu yang di simpan di balik ketek supir angkot.

Bapak itu menggangguk, sedangkan Deny masih setia dengan wajah masamnya, “Apaan nih kita diantar di pasar segala bukannya ke rumah.”

“Namanya juga numpang, mana bisa ngatur.”

Kami kembali berjalan, masih dengan tangan yang terbelenggu Ari setia mendorong kursi roda Deny. Di jalanan yang mulai sepi ternyata bahaya kembali mengancam mereka, terlihat segerombolan anak jalanan menggerombongi mereka dan parahnya salah satunya mengancam dengan pisau, “Serahkan semua barang berharga kalian!” ancamnya dengan tatapan sangar.

“Ka-kami tidak memiliki benda berharga!” elak Ari dengan gemetaran.

“Tuh gelang jam kayanya mahal?” kata gelandangan itu melirik jam Deny.

“Jangan coba-coba kau menyentuhku!” teriak Deny.

“Gak usah blagu kau cacat!” mata Deny langsung berkaca-kaca, bukanlah karena takut namun tersinggung dengan kalimat terakhir. Ari menatap miris kemudian menendang anak itu namun naas Ari malah dikeroyok.

“HEI BUBAR BUBAR!” terdengar suara asing dari belakang yang membubarkan gelandangan itu, “Maafkan anak buahku, apa mereka mengancam keselamatan kalian?” tanya pemuda gelandangan yang bernama Asep.

“Bodoh bodoh bodoh! Apa aku pernah mengajari kalian kriminal hah?” teriak pemuda lain yang bernama Arif sambil menjitaki kepala bocah gelandangan lain. (pembaca: loh kok tau namanya kan belum kenalan?
Yanz: tau lah! Kan aku penulisnya!!!)

“Yang penting kami selamat,” kata Ari membersihkan pakaiannya yang kotor.

Terlihat Arif mendekat dan memeluk pinggang Asep, “Kami berdua memohon maaf sebesar-besarnya atas tindakan anak buah kami.”

“Tidak apa-apa,” kata Ari tersenyum. Mereka pun berkenalan dan bercengkrama sejenak. Ari begitu shock melihat Asep dan Arif tanpa ragu memamerkan kemesraan mereka yang membuat Ari sedikit geli, sedangkan Deny? Untuk kali pertama Deny menunjukkan mata yang berbinar-binar yang seolah matanya berkata, ‘Mereka sangat manis.’

“Hei… Maaf, kalian… Ummm gay?” tanya Ari ragu.

“Oh hahaha ya, bukankah kalian berdua juga gay?”

“NO!!!” dengan lantang mereka berdua mengelak bersamaan.

“Tapi kalian begitu mesra hingga menyatukan diri dengan borgol,”

“Um… Ceritanya panjang, tapi bisakah kalian melepas borgol kami?”

“Ahahaha… Itu urusan sepele!” Asep pun membawa setangkai kapak yang entah dari mana, “Letakkan tangan kalian di sini,” kata Asep menunjuk sebongkah kayu. Mereka berdua menurut dan Asep pun mengayuh kapak itu kebelakang namun sialnya kapak itu malah melayang dan menembus kaca rumah penduduk sekitar dan TV di rumah tersebut. Kontan mereka berempat lari kucar-kacir.

0o0o0o0

“Ummm…” terlihat Arif berpikir keras, “Aha! Bawa ke rumah Kang Dadang saja, dia kan tukang kunci?” celetuk Arif. Mereka pun mengiyakan dengan semangat, karena itu satu-satunya cara aman yang tak memberikan resiko tangan mereka harus putus dengan nistanya.

Tukang kunci tersebut tidaklah jauh, 10 menit mereka berjalan akhirnya sampai, “It’s time…” desis Deny.

“Yeah… Hahaha akhirnya aku terlepas dari beban yang kau berikan,” kata Ari semangat.

“Ya… Beban yang kuberikan…” lirih Deny.

“Um… Sorry, bukan maksudku…”

“Sudahlah, aku memang merepotkan. Aku tidak bisa berlari lincah sepertimu, aku Cuma benalu yang memberatkan larimu.”

Hening….

Ceklek!!

Borgol itu pun terlepas dari pergelangan tangan mereka, “YEAAAAH!!!” teriak Ari bersemangat sambil berlari bebas di jalanan bagaikan burung baru lepas dari sangkar. Deny murung, entah mengapa dengan lepasnya borgol itu dia merasa bahwa Ari pun akan lepas dari genggamannya. Tanpa bersuara dia menggiling kursi rodanya dan meninggalkan Ari DKK.

“He-hei!! Kau kemana?” teriak Ari kemudian berlutut di depan Deny.

“Pergi sana dengan duniamu! Aku bukanlah orang liar sepertimu, aku bisa keluar dari tempat kumuh ini tanpa kau sekali pun,” kata Deny dengan songongnya. Ari kesal dengan perkatan Deny, “Ok, fine… Aku pergi!!!” Ari pun berlari sedangkan Deny mendorong kursinya dengan arah berlawanan.

“Arif, kejar Ari… Biar aku tangani Deny,” kata Asep dan Arif pun berlari.

0o0o0o0

“Hei… Kau, jangan egois begitu Deny. Kalau kau menyukainya harusnya kau perjuangkan bukannya ngambek begitu? Kau merasa kehilangan kan?” kata Asep di belakang Deny.

“JANGAN SOK TAU!!!” bentak Deny. Namun dari kejauhan terlihat Arif berlari dan ngos-ngosan.

“Hei… Ari diculik 4 penjahat!” teriak Arif.

“Apa? Ayo kita berlari!!!” teriak Deny. Deny memberanikan diri lepas dari kursi roda namun tindakannya justru merepotkan, karena dengan terpaksa Asep dan Arif merangkulnya untuk berlari. Di perjalanan mereka melihat supir bajaj yang lagi parkir karena kencing dan mereka pun mencuri bajaj tersebut. Sang supir bajaj berteriak pilu.

Sesuai intruksi Arif mereka pun menemukan mobil box putih yang sebelumnya menculik mereka, dengan gas full, Asep melajukan bajaj itu sekencang mungkin.

Di sisi lain, Reihan sangat putus asa mencari adiknya tercinta yang hilang, dia dan kakaknya Ari menyusuri seluruh kota untuk mencari Ari dan Deny. Reihan nyaris menangis di pinggiran jalan, namun dia melihat sosok adiknya di dalam sebuah bajaj yang ada di hadapannya, dia pun berteriak, “DENY! DENY!!!” dan teriakan itu membuahkan hasil, Deny menoleh dan menemukan sosok kakaknya.

“Kakak…” desis Deny pelan.

“Sedikit lagi mobil boxnya terkejar,” kata Asep. Deny membuang pandangannya, dia fokus untuk Ari. Akhirnya mobil box putih itu berhenti di dekat rel kereta api yang sepi. Bajaj yang lambat menyusahkan 3 pemuda tampan itu menyusul.

Terlihat Ari mencoba memberontak dengan menyundul wajah si penjahat hingga pesek, “Bocah br*ngsek! Mati saja kau!” teriak sang leader.

3 pemuda tampan datang tepat waktu, Asep dan Arif berlari mendekati si penjahat terjadi pertarungan sengit yang membuat mereka terluka satu sama lain. Ari dan sang leader adu jotos di atas rel kereta api, pertarungan memang di dominasi Ari namun pertahanan Ari luluh lantak saat peluru panas itu menembus kaki Ari, peluru yang di letuskan wanita berambut biru. Ari tersungkur di atas rel dan meringis kesakitan.

TUUUTTT!!! TUUUTTT!!

Terdengar suara kereta api akan mendekat, mata Deny membulat, dia meremas kursi bajaj dengan geram. Kondisi terdesak dan tekat kuat Deny ingin menyelamatkan Ari membuat kakinya mampu bergerak, dia berjalan perlahan walau terjatuh berkali-kali, bangkit lagi mencoba berlari namun kakinya yang terbiasa diam membuatnya kembali terjatuh, kereta api sudah 100m mendekati Ari, air mata Deny berkucuran, rasa khawatir yang luar biasa menderanya. Dia berlari seberapa dia mampu, menerjang tubuh Ari dan…

BUUUKKK!!

Tubuh mereka berdua terlempar ke samping dengan kondisi Deny yang di atas tubuh Ari, “Selamat… Kita selamat!” teriak Deny histeris, air matanya menjatuhi pipi Ari. Ari tersenyum lembut, entah reflek atau Deny memang mau tiba-tiba Deny mencium bibir Ari. Ari sangat shock, kemudian setelah panjangnya kereta api habis Deny melepaskan ciumannya dengan wajah yang memerah namun Ari kembali menarik lehernya sehingga mereka kembali berciuman dengan mesra. Arif, Asep bahkan 4 penjahat terharu melihat adegan tersebut dan mereka pergi dengan damai meninggalkan pasangan baru itu.

*Seminggu kemudian*

CEKLEK!

Deny memasang borgol ke tangannya dan Ari, “Kau harus selalu di sisiku!” kata Deny. Ari tersenyum sambil mencubit pipi Deny.

“Hahaha… Adik-adik kita sangat rukun ya Sandy,” kata Reihan kepada kakak Ari.

“Ya benar sekali, sama seperti kita…” kata Sandy sambil menggenggam tangan Reihan malu-malu.

END

Huaaah… tamat juga setelah 2 hari, entah mengapa sekarang aku susah buat dapatkan mood, cerita ini saja terinspirasi dari film kartun burung biru.
Jangan lupa komentarnya ya? Buat penyemangat hehehe biar aku rajin2 bikin cerita.

Selasa, 05 Juni 2012

I Love You Pretty Boy (Chapter 3)


I Love You Pretty Boy (Chapter 3)
Bya: Yanz

*Sudut pandang Devin*

NGIIINGGG!!! Aku langsung menutup kuping begitu dengar seperti ada suara microphone berdengung.

"Memandang wajahmu cerah, membuatku tersenyum senang. Indah dunia..."

Kemudian mataku langsung tertuju ke arah suara merdu itu, itu...

"Mungkin saja kita pernah mengalami perbedaan, kita lalui..."

Mataku seolah mau lepas dari kelopaknya begitu melihat si pemilik suara ternyata Yogi.

"Tapi aku merasa jatuh terlalu dalam cintamu, ku tak mau berubah, ku tak ingin kau pergi, selamanya..."

Kini Yogi menatapku terus, aku jadi salah tingkah begitu mengingat kejadian di toilet tadi...

"Ku kan setia menjagamu, bersama dirimu, dirimu..."

Tatapannya tak mau lepas dariku, aku pun membuang pandanganku ke arah lain.

"Sampai nanti, akan slalu, bersama dirimu..."

Dia memandangku dengan tatapan penuh kasih sayang, seakan-akan lagu itu dipersembahkan untukku.

"Sampai nanti akan slalu, bersama dirimu.."

Kulihat dia mendekat, aku langsung panik, tapi dia menarik paksa tanganku dan menyeretku ke depan.

"Saat bersamamu kasih, kumerasa bahagia, dalam pelukmu.."

Aku berusaha mundur tapi dia malah mendekapku di depan umum.

"Tapi aku merasa jatuh terlalu dalam cintamu... -back to reff-  seperti yang kau katakan, kau akan slalu ada (kau akan slalu ada) menjaga, memeluk diriku, dengan cintamu, dengan cintamu... -back to reff-"

Dia melepas pelukan tetapi pandangannya gak lepas dariku. Setelah lagu selesai aku pun meliat sekitar, sepertinya semua tamuku menikmatinya.

"Ahahahay.. Maaf ye kami angkut alat musik lu, soalnya pesta lu boring~" katanya sambil menepuk punggungku.

"A-aaaa~ enjoy!" kataku gugup sambil segera menjauh sebelum pingsan depan umum karna malu.

Aku pun kembali ke bangku dan ga sengaja aku lihat ada Kiel di kerumunan, aku langsung mendatanginya.

"Hei Kiel, baru datang?" tanyaku sambil tersenyum.

"Ah... Lumayan lama sih, tadi aku sempet liat kamu di depan juga, Devin."

"Isssh... Lupakan apa yang kau liat, mendingan kita nikmati hidangan di meja itu," kataku sambil menggandeng tangan Kiel.

"Iya.."

Kiel cuma memakan kue-kue, dan dia terlihat sangat manis kemudian aku menyodorkan alcohol dan rokok padanya, "Aku ga bisa ngerokok apalagi minum," lirihnya padaku.

"Benarkah? Kau ini... Lurus ya anaknya," kataku menahan tawa, sambil menyulut api ke rokokku.

"Hei, kamu imut-imut tapi liar juga ya," katanya sambil merampas dan membuang rokokku.

"Loh kok dibuang?" protesku sambil mengerutkan dahi.

"Gak sehat," jawabnya.

"Tau, tapi aku bukan pecandu kok, aku ngerokok kalau lagi kesel doang, lagian aku mau menghapus rasa yang dibibirku bekas..."

"HEI!!!" sapa Yogi yang mengejutkan kami berdua.

"Hisssshh..." aku mendesis kesal karna dia ganggu aku berduaan dengan Kiel saja. Dan aku kembali menyalakan rokokku.

"Hai cantik, kok ngerokok? Nanti bibirnya biru jadi ga sexy lagi," kata Yogi sambil mencolek daguku.

"Akh.. Panggil aku Devin! Suka-sukaku dong, bibir-bibirku ini!" jawabku ketus.

"Jangan dong, kalau bibir lu ga merah lagi entar ga enak gw cium," katanya, sampai membuat jantungku mau lepas.

"APA? CIUM???" tanya Kiel kaget.

"Eeh.. Enggak... Kiel mending minum ini!" kataku kelabakan sambil memaksa Kiel minum alcohol.

"Uhuuk.. Aku kan gak bisa minum," kata Kiel tersedak.

"Ah payah lu Kiel! Cemen! Cwok bukan sih lu? Minum aja gak bisa," crocos Yogi dengan nyolotnya.

Kiel langsung panas mendengarnya, "Siapa yang cemen? Ayo kita lomba minum, siapa yang KO duluan?" kata Kiel dengan tatapan kematian. Aku langsung khawatir melihat kondisi mereka yang berlomba minum alcohol.

~@~@~

"1... 2... 3... KO!!! Wkwkwk! Gw menang!" teriak Yogi penuh kemenangan.

Huh.. Aku hanya bisa pasrah liat Kiel yang terdampar karna mabuk.

*DISEKOLAH, sudut pandang Yogi"

Hoamm.. Dengan malasnya gw ke sekolah, padahal badan remuk dan kepala puyeng, kalau gak karena kepengen ketemu Devin, males banget gw skul, "Hei..." sapa gw.

"Ihh.. Ngapain kamu? Pindah sana! Ini bangku Kiel," katanya judes.

"Kiel gak turun, dia sakit jadi gw duduk di sini!"

"Hah? Sakit apa? Ih.. Gak bisa! Gak bisa! Mending aku duduk sama setan!"

"Ya gara-gara partymu lah! Harus bisa!" gw ngotot, dia pun pasrah.

"Aih.. Gw lupa ngerjain PR kimia kemarin," teriaknya tiba-tiba.

"Udah.. Nyantai aja, nih salin punya gw!" dia langsung natap gw penuh tanda tanya tapi nyerobot juga buku gw. Cieeh brengsek brengsek gini gw disiplin dan pintar coi! Wkwkwk..

Dia lagi fokus nyalin tugas, gw malah jail nyolek-nyolek pinggangnya, "ISSSHH.. JANGAN!" teriaknya. Tapi gw abaikan, sekarang gw malah meraba-raba pantatnya, dia langsung natap gw penuh kematian, brrr.. Merinding, takut ditonjok kayak kemarin, gw langsung jaga jarak. Sekarang gw cuma natap wajahnya dengan seksama, dia sok fokus tapi pada akhirnya salting juga wkwkwkwk

~@~@~@~

Saat istirahat gw ajak dia ke toilet, awalnya dia nolak tapi tetap gw paksa wkwkwk...
"Ngapain sih???" tanyanya dengan takut.

Gw tatap dia dengan serius, "Mau gak lu jadi pacar gw?" bisik gw ketelinganya.

"WHAT?!! Ternyata tepat dugaanku kamu itu homo! Tapi jangan harap kamu bisa tularin penyakitmu padaku!"

"Please~ gw itu jatuh cinta dengan lu dari awal jumpa, gw selalu keingetan elu!" kata gw serius sambil genggam tangannya.

"Sorry, gak bisa," katanya sambil pergi, tapi gw tarik pinggangnya, dan cium bibirnya penuh cinta.

"ANJ***!!!" teriaknya sambil nonjok gw dan berlari menjauh.

~@~@~@~

Tadi di kelas gw juga dihusir habis-habisan sampai gak bisa duduk di bangkunya, tapi sekarang setelah pulang, gw tetap uber-uber dia, dia lari dan masuk mobilnya, cepet-cepet gw naik motor buat ngejar mobilnya, pas mobilnya menuju gerbang gw kejar dan gw hentikan motor gw di depan mobilnya dan...

BRAKKK...!!!

I Love You Pretty Boy (Chapter: 2)


I Love You Pretty Boy (Chapter: 2)

By: Yanz

*sudut pandang Yogi*

Wkwkwkwk lagi asik nih nimpukin teman-teman di kelas pake kertas, kacau semua dan gue suka! Mumpung Pak Warsito telat masuk mending gue ngerusuh!

Eh lagi asik-asiknya, pintu malah kebuka, serentak kami lari ke bangku masing-masing, "Permisi," gue dengar tuh suara khas Yehez dari pintu. Ciih.. Gue kira siapa tadi?!

E-eh ngapain tuh cowok cantik dimari? Tanya gue dalam hati sambil melebarkan mata. Ga sengaja mata tuh cowok cantik bertemu dengan mata gw, "WHAT THE FUCK!!! ngapain kamu di sini?!!" teriaknya nunjuk gue.

"Harusnya gue yang nanya sama lu, ngapain lu di kelas gue?!" teriak gue gak kalah nyaring.

"E-eh.. Kelasmu? Takdirku buruk sekali Jesus!" keluhnya yang mulai merendahkan nada suaranya.

"Ehemmm.. Duduk di bangku masing-masing!" tiba-tiba Pak Warsito masuk dan berdehem. Gue liat Yehez narik tangan tuh cowok cantik ke bangkunya, akh.. Panas neh hati!

"Ehemm diliat-liat ada anak baru rupanya?" tanya Pak Warsito sambil menatap si cowok cantik, "Silakan maju dan perkenalkan diri," lanjutnya.

"Perkenalkan teman-teman, namaku Devin Nugroho, dari International High School Thailand, aku pindah sekolah karena orang tuaku membangun suatu usaha di daerah ini. Karna aku belum terbiasa disini, kuharap teman-teman sudi membimbing dan berteman denganku," katanya panjang lebar.

Owh... Hmmm... Tuh cowok cantik namanya Devin toh! Hehehe dia udah duduk waktunya gue beraksi hoho..
Gue ambil gelang karet dari tas, gue fokuskan tembakan karet gue ke Devin, sekiranya tepat sasaran gue pun menjentik karet itu ke Devin, and...
Yupz... Kena kuping doi wkwkwkwk...

"Akh..." jeritnya seraya menengok ke belakang. Gue langsung mengalihkan pandangan pada buku.

"Ada apa Devin?" tanya Pak Warsito.

"Ah.. Emm gapapa pak," jawabnya. Hoho gue tertawa terpingkal-pingkal.

KRIIINGGG!!!

Bel tanda istirahat sudah berbunyi dan Pak Warsito keluar, hahay... Siap-siap malakin anak orang buat ke kantin nih!

"TUNGGU! Jangan ada yang keluar dulu, aku punya pengumuman," teriak Devin yang seketika menghentikan langkah anak-anak di kelas.

"Apaan sih? Ngusut aja," kata gue.

"Henghhh.. Oiya, karena ini hari pertamaku, aku ingin mengundang teman-teman sekelas party di rumahku, guna menjalin hubungan yang lebih akrab antara kita, datang ya nanti malam. Rumahku cukup luas jadi kalian bisa bawa partner untuk meramaikan party kita, rumahku dikawasan *** bila kalian kebingungan mencari alamatku, bisa hubungi aku di 085250******," jelasnya panjang lebar dan gw ikutan nyatat nopenya wekekekek lumayan gue kerjain entar dirumah.

~"~Malamnya di Party milik Devin~"~

Gue cukup cengok liat rumah ni anak, rupanya bukan omong kosong, dia beneran orang kaya wah~~
gue liat dia lagi di depan pintu sambil nyalamin satu persatu tamu yang datang. Setelah masuk, gue makin cengok. Gue kira party yang dia buat kaya discotik, tapi apa-apaan neh? Dekorasi dan musik classic semua ckckck..
Ga asik banget neh pesta, mending gue yang ramaikan wkwkwk..

"Hei mas bro, rapi amat," sapa gue sok akrab sambil rangkul bahu Devin.

"Apaan sih pegang-pegang," katanya ketus sambil nepis tangan gue.

"Hohoho.. Katanya mau akrab? Ayo masuk, kita ramaikan party," sahut gue cengengesan. Sempat terlupakan sakit di pipi gue gara-gara natap wajah indahnya.

"Terkecuali kamu dan kawananmu," katanya datar.

"Wokwokwokwok.. Ayo sudah lupakan dendam antara kita, kan sudah impas tadi," kata gue yang langsung pegang pinggangnya dan menyeretnya masuk. Wkwkwk terliat dia bergidik geli dan menatap gue sinis.

"Eh.. Gede amat neh kue, siapa yang buat?" tanya gue sambil mencolek-colek cream cake itu.

"Hei jangan dirusak! Aku susah payah membuatnya!"

"Hohoho buatanmu enak juga, siapa yang rusak? Ini baru yang namanya merusak!!!" teriak gue sambil jedotin kepalanya ke cake strowberry itu wkwkwk..

"ANJ***!!!" teriaknya sambil menyibak kue yang di wajahnya.

"Wkwkwkwk wah lu lebih cakep begini, Devin!" ledek gue. Tanpa mengeluarkan suara sedikit pun dia berlari, dan gue ikutin, ternyata dia cuci muka di toilet. Gue ikutan masuk ke toilet dan menutup rapat pintunya.

"Hai cantik~~" goda gue, dia cuma melotot.

"Ngapain kamu?" tanyanya sinis.

"Wkwkwk.. Mau ngasih lu hadiah manis doang," kata gue sambil genggam tangannya. Gue liat mukanya shock, tapi gue malah nyengir, dan mendorongnya ke dinding, gue cengkram kedua tangannya diatas kepalanya dengan tangan kiri gue, gue elus pipi mulusnya dengan tangan kanan gue, gue liat dia berusaha berontak tapi kalah kuat dari gue.
Entah kenapa nafsu gue menyeruak, langsung gue lumat bibirnya dengan ganas dan dia langsung terdiam, ga ada lagi pemberontakan darinya. Gue semakin menggila, gue hisap dan gigit-gigit bibirnya, yang buat dia menggerang tertahan. Sekitar 30 detik gue lahap bibirnya, kemudian gue lepas ciuman kami. Gue tatap wajahnya lekat-lekat terus gue dekatkan lagi wajah kami, gue jilat bibirnya, terliat dia memejamkan mata, kembali gue jilat pipi dan kupingnya dan terakhir gue serang habis-habisan lehernya.
Gue mulai merasa penis gue bangun, gue rapatkan tubuh kami, dia langsung membuka mata dengan shock, "AKH... Lepas!!!" entah dari mana dia dapatkan tenaga mendorong gue sampai jungkir balik.

"Anjrittt.. Lu kenapa?" tanya gue heran. Dia cuma terdiam sambil menutupi bibirnya kemudian berlari keluar. Shit! Gue fikir akan sampai tahap akhir, habisnya dia begitu pasrah dan menikmati service gue, ternyata dia melawan juga. Tapi gapapa lah yang penting gue sudah cicipi dikit wkwkwkwk..

Gue ngikut ke luar, dan iseng gue buka tiap ruangan yang gw lewati, salah si tuan rumah sih bego masa ruangannya gak ada yang dikunci. Gw langsung semringah liat studio musik kecil yang banyak alat bandnya. Gw kembali ke ruang pesta bentar, gw liat anak buah gw juga datang, lalu gw panggil mereka, "Woi cecunguk! Come come here!" panggil gw sok inggris.

"Ye, napa bos??!" jawab Derry dan Angga bersamaan.

"Ayo ngikut gw!" perintah gue.

I Love You Pretty Boy (part 1)

I Love You Pretty Boy (part 1)

By: Yanz

*sudut pandang Yogi*

"AAAAAA!!!" teriak cewek-cewek dari arah gerbang sekolah, yang membuat gue terkejut setengah hidup!
Anjrit ada anak baru rupanya, tapi tuh cewek-cewek lebay amat yak pakai jejeritan segala? Ciih!

CLIING!!!

Omona~ malaikat dari surga ada di hadapan gue dengan sinar gemerlipan disekitarnya. Pantas saja cewek-cewek pada heboh, rupanya nih anak... Emm yummy~
badannya begitu proporsional, kulitnya kuning bersih, style rambut seperti pirang jabrik, samar-samar terlihat dia pake softlense biru, dengan pernak-pernik sok imut yang ada ditubuhnya seperti headphone, kalung, tas, sepatu dll semua berwarna biru dengan gambar rubah dan didominasi warna kuning.

Wkwkwk gue ga bisa menahan tawa liatnya, karena ni orang cowok! Bukan cewek! Tapi senyumnya dengan bibir merah merekah sukses buat gue klepek-klepek. Nih cwok cakep juga… Errr... Cantik tepatnya. Diliat dari wajah kayaknya bukan orang indonesia, mungkin orang Filiphine atau Thailand? Ah bodoh ah! Mending gue kerjain aja wkwkwk

"Bos, makanan empuk tuh!!" sambar Derry, salah satu member genk De'Koplak milik gue.

"Iye.. Iye.. Tau ah! Ayo Der, Angga kita serbu!" printah gue sambil mendekati tuh anak baru.

"Woi!! Anak baru ye? Kenalin gue yogi, orang terpenting di sekolah ini!" kata gue cengengesan ala setan.

"Penting kah kamu buatku?" sahutnya sambil berlalu dihadapan gue.

"Boyon neh anak! Woi songong amat lu, balik ga?" ancam gue dengan urat-urat yang mengencang di dahi gue.

"Kamu mengajakku berkelahi? Berapa nyawamu? Bisakah pakai bahasa formal dan sopan? Berapa sih tahun kelahiranmu?" sambarnya panjang lebar.

Teman-teman gue mulai emosi nih, pakai acara mau gebukin tu anak baru songong, tapi gue halau soalnya nih anak mangsa gue.

"Wkwkwk~ nyawa gue ada 9 coy! Tapi ngelawan lu, ga perlu habisin nyawa gue. Gw kelahiran 94, napa? Penting amat ya pertanyaan lu?" lanjut gue dengan nada tinggi.

"Hahah aku kelahiran 93, artinya kau harus pakai bahasa formal denganku? You understand?" nasehatnya.

"Cuiih...! Siapa lu ngatur gue? Eh coy asal lu tau... Ortu gue kepsek disini jadi lu jangan bergaya ya? Apaan neh dandanan lu? Lu fikir ini sekolah model apaaah?!!" crocos gue sampai muncrat wkwkwk

"Hahah cuma kepsek? Heh ortuku malah pemilik perusahaan batu bara di sini, jadi kalau aku mau aku bisa beli sekolah ini dengan mudahnya," sahut tuh anak dengan muka sombong.

"Wkwkwk oh ya? Ortu gue juga pemilik nih tanah se Indonesia! Cuiih bullshit lu, gue juga bisa nyombong," balas gue.

"Ehmm whatever," katanya cuek dan lagi lagi ninggalin gue seenak jidatnya.

"Woi! Siapa yang nyuruh lu cabut? Panggil gue sambil nepuk pantatnya. Otomatis semua yang liat tercengang dan sebagian cwek-cwek menjerit histeris.
Dengan cepat dia balikkan badannya, terliat jelas mukanya yang tadi putih kekuningan kini memerah, tapi dengan tatapan seolah berkata 'Mati Lu Sekarang!' dan tiba-tiba...

BRUKK!!!

Gue terdampar di lantai keramik sekolah. Setelah gue cerna kejadian apa yang barusan gue alami, gue langsung bangkit, "Braninya lu nonjok gue?! Cari mati loh!" bentak gue.

Gue langsung cengkram baju tuh anak dan menyeretnya ke toilet dibantu 2 anak buah gue sampai dia ga bisa brontak. Sampai sudah di toilet jorok nan bau! Gue dan anak buah gue celupin kepala anak baru ntu ke dalam lubang WC. Wkwkwk bayangin ga betapa menjijikannya.

*Perkenalan Yogi*

Oh iya! Saking sibuknya gue ngurusin mangsa baru gue, gue sampai lupa perkenalan wkwkwkwk..

Nama gue nih Yogi Dwi Arian, gue nih karakter utama yang dibuat si penulis *nunjuk2 yanz*
gue sangat femous di skul SMA bjm 2 ini, ya karna gue leader dari genk DE'KOPLAK yang beranggotakan Derry Rian dan Angga Ari Wardana. Kata orang-orang gue juga tergolong cowok paling cakep di skul, mungkin karna muka gue yang rada bule kali wkwkwk..
Hobi gue adalah ngocok penis sambil liat video bokep gay yang bejibun di laptop gue, wkwkwk sstt tapi ini cuma rahasia antara kita, kalau ada yang tau gue belok, ELOH GUE END!!
Wkwkwkwk udah lah segini dulu perkenalan gue, back to story!

*Sudut Pandang Devin*

KUSO! jeritku frustasi! Kenapa aku sial di hari pertama?!! Jesus help me please~ ;A;

Oiya namaku Devin Nugroho, umurku 18 tahun dan kini aku frustasi berat karena dikerjain anak yang sok exis tadi!
Capek-capek dari Thailand pindah ke Indonesia cuma buat ngikutin papa yang bikin proyek baru di Indonesia. Kata papa, orang Indonesia itu ramah-ramah dan daerahnya sejuk karna masih rindang, mana buktinya!!! Udah pengap, orangnya kasar pula hikz... T.T padahal dengan berat hati kutinggalkan sahabat-sahabatku di Thailand. Oiya pasti pada bertanya kenapa aku fasih B.Indonesia? Emmm mamaku juga orang Indonesia jadi aku campuran lah.
Hobiku.. Emm hehe dandan! Bisa liat kan penampilanku yang begitu menawan? *kibas-kibasin rambut* eitttss.. Tapi aku bukan banci!!! Aku cuma orang yang sangat menjaga ketampananku yang sangat berharga ini hikz lebay! Hehe..
Eh.. Ngapain aku cengar-cengir? Tadi kan aku lagi kesal! Lihat saja ya nanti akan kubalas tuh De'Koplak!!!

Tiba-tiba ada seseorang berjalan mendekatiku dan berjongkok di hadapanku, "Kau kah anak baru yang sedang ribut diperbincangkan itu?" tanyanya dengan suara lembut.

"Eh.. I-iya," jawabku dan langsung menyembunyikan muka di balik lututku yang melipat di dada.

Dan... Tercium aroma harum yang begitu manly menghinggapi bahuku, "Kau basah, pakai jeketku ya supaya ga dingin," kata cwok bersuara lembut itu.

"E-eh.. Thanks ya.. Perkenalkan aku Devin Nugroho," kataku sambil mengulurkan tanganku.

Dia juga menyambut hangat tanganku, "Yehez Kiel dari XII IPA 2."

"Eeh IPA 2? Aku juga dikelas itu, bi-bisakah kita ke kelas bersama?" tanyaku dengan gugup, ga tau kenapa nih cowok bikin aku berdebar-debar.

"Tentu," jawabnya sambil tersenyum manis.

Kiel membantuku berdiri dan menuntunku ke kelas.
Hm… Nih cwok wangi amat, pake parfum berapa botol woy? Haha aku tertawa dalam hati, kadang aku juga curi-curi pandang, dia tinggi juga, aku cuma sebahunya, kulitnya putih pucat dan sangat bersih, rambut merah bata dan mata yang seperti panda? Wew.. Apa dia perawatan juga sama sepertiku?

TBC~

Maaf ini amburadul sekali, mohon dimaklumi karena ini cerbung sekaligus cerita pertamaku yang berbau gay… dulunya kebiasaan ngetik cerita normal mungkin unsure normal masih kebawa-bawa. Ini cerita juga dulu masih di ketik pakai hp karena jaman2 itu aku belum punya laptop… aku gak edit alur ceritanya yang aku sangat tau ini pakai alur kaya balapan karena jujur, sampai detik ini pun aku belum bisa menguasai alur makanya aku belum mampu edit alur cerita ini.

Kesalahan Besarku


Kesalahan Besarku
By: Yanz
Date: 2 june 2012

*Christ POV*

PROK… PROK… PROK…

Tepuk tangan bergemuruh saat dia menurunkan mikenya, tanda dia telah selesai menyanyi. Panggil saja dia Agung. “Waah, kau memang hebat Agung! Suaramu emas… Kau pasti yang akan terpilih menjadi duta sekolah seni kita ini,” puji ibu kepala sekolah sambil menepuk pundak Agung.

Aku mengerutkan kening karena kesal. Selalu Agung dan Agung, sesuai dengan namanya dia selalu diagung-agungkan seisi sekolahan, apa lebihnya dia? Suara standar, dance standar, tampang tentu saja tampan aku jauuh sekali, ditambah lagi tubuhku tinggi karena aku keturunan Jepang-Australia, harusnya mereka berpihak denganku bukannya si Agung cebol itu!

“Gak ada yang spektakuler… Biasa saja” sindirku yang berdiri di pojokan. Sontak semua orang yang menggerombongi Agung menatapku sinis.

“Hei… Kau sirik ya dengan prestasi Agung? Huh dasar mulut besar,” celetuk gadis berambut pirang yang bernama Desi itu, dari bahasa tubuhnya aku tau dia menyukai Agung dan dia yang selalu membela Agung disaat aku memojokkannya.

“Kayaknya kuping kalian bermasalah ya? Suaranya standar! Aku jauh lebih hebat, spektakuler dan pantas menjadi duta sekolah dibandingkan si cebol ini!” kataku dengan senyuman menyindir.

“Kau keterlaluan sekali Christ! Dia itu berbakat dan satu hal lagi, dia gak cebol! Badannya standar kok bahkan dia lebih terkesan imut dengan badannya itu!” teriak Desi emosi dengan mata berkaca-kaca.

“Diam kau wanita! Aku tidak bicara denganmu.” kataku dingin.

Hening…

Terlihat kepala sekolah mendekatiku, dia menepuk pundakku, “Kau berbakat Christ, kau luar biasa. Hanya saja senimu tidak bernyawa, kau dituntut sempurna oleh program tubuhmu, kau hanya bernyanyi untuk tekanan namun kau tidak menikmatinya dan kau tidak bisa memberikan kenyamanan pada penonton. Beda halnya dengan Agung, dia menyanyi menggunakan segenap perasaannya dan senyumannya itu special. Kau harus lebih banyak berlatih tersenyum untuk memikat banyak orang, tidak cukup dengan wajah tampan, tubuh proporsional maupun bakat yang kau bawa dari luar negri!” kata kepala sekolah dengan penuh penekanan. Aku menggenggam geram tanganku dan pergi dari ruangan pertunjukan itu.

0o0o0o0

Namaku Christian dan biasa dipanggil Christ, aku bersekolah di International Art School dan tinggal di asrama sekolah ini dan sialnya aku sudah lebih 2 tahun satu kamar dengan musuh bebuyutanku, Agung. Aku adalah pemuda yang ambisius, perfectionis, dan type orang yang tega menyakiti orang lain demi mendapatkan apa yang aku mau. Tidak ada yang berani dekat denganku kecuali Agung.
Kutatap jendela kaca di samping kasurku, dan ternyata di luar sana tiba-tiba hujan lebat. Kulihat pria bodoh itu berlari menuju asrama yang bentuknya memanjang ini jadi lorongnya ada di luar ruangan.

“Haaah… Lebat sekali hujannya. Beruntunglah kau pulang duluan Christ jadi kau tidak perlu kedinginan brrrr… Hahaha…” katanya cengengesan dan berlari ke kamar mandi yang menyatu dengan kamar kami.

Ini dia Agung, dia adalah pria bodoh yang ceria, sok baik, sok alim, sok nganggap aku sahabat padahal dia tidak tau bahwa aku menganggapnya musuh besar dan bodohnya dia selalu keras kepala ingin dekat padaku padahal aku sangat benci dengan suara cemprengnya. Bukankah dia sangat konyol bagaikan spongebob? Aku paling benci makhluk kuning yang sangat Agung kagumi itu dan dia selalu saja menonton acara berisik itu tiap pagi dan mengganggu sleeping handsomeku.

“ASTAGA! Sial sekali, aku lupa kalau semua pakaianku ada di jemuran dan sekarang basah!” teriaknya di depan pintu kamar mandi dengan handuk kecil di pinggangnya.

“Dasar bodoh, jangan lebay. Pakai saja pakaianmu sebelum mandi tadi.”

“Sudah kucuci Christ!”

“Benar-benar bodoh. Memangnya sehelai pun tidak ada yang tersisa?”

Dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan innocent, membuatku muak. Tubuh mungilnya yang putih mulai bergidik kedinginan, matanya berkaca-kaca bagaikan anak kucing kelaparan yang meminta belas kasihan. Aku benar-benar tidak tahan melihat tampang bodohnya itu jadi aku bangkit dari kasur, membuka lemariku dan melemparkan beberapa pakaian lamaku yang sudah kekecilan, “Jangan dikembalikan. Simpan saja! Aku tidak sudi harus berbagi pakaian denganmu dan memakai pakaian yang telah kau pakai,” ucapku ketus.

Dia memungut gumpalan kain yang berserakan di lantai, senyumnya merekah memamerkan giginya yang tersusun rapi, “WUAHAHAHA…. KAU ITU MEMANG BAIK HATI! Sudah berapa kali ya kau membantuku? Oiya waktu itu kau membayarkan minumanku karena aku lupa bawa dompet, menyuapiku saat aku sakit, mem…” namun perkataannya terpotong karena teriakanku, dia menatap jari-jarinya ingin menghitung berapa kali aku membantunya.

“DIAM! Bisakah kau jangan bawel! Aku tidak ingin baik denganmu dan kau jangan geer! Aku hanya muak melihat betapa bodohnya kau itu!” teriakku kesal hingga urat di dahi dan leherku menyembul. Dia mengurangi volume senyumannya mengganti cengiran bodoh itu dengan senyuman yang lebih anggun.

“Aku mengerti kau. Gengsimu memang besar tapi aku tau kau baik, Christ.”

Aku hanya diam, dia memakai pakaiannya di hadapanku sedangkan aku membuang muka dengan menatap guyuran hujan di jendela.

Selesai memakai pakaian dia merayap ke kasur, tidur si sampingku dan memeluk lenganku, “Hei bodoh lepaskan tanganku! Aku tidak sudi harus bersentuhan dengan orang hina sepertimu,” kataku kesal sambil menggoyang-goyangkan tanganku namun dia tidak bergeming.

Aku hanya mendengus kesal. Asrama memang hanya menyediakan satu kasur yang berukuran cukup besar tapi tetap saja aku suka kesal jika Agung menempelkan tubuhnya itu denganku. Kulihat dia, kusingkap poninya yang cukup panjang itu, rupanya dia sudah tertidur dan sekarang mendengkur kecil sambil memeluk erat tanganku. Udara memang begitu dingin sehingga sangat enak dibawa tidur ditambah lagi latihan hari ini sangat berat karena bulan depan ada kompetisi seni national, setiap sekolah hanya akan membawa satu perwakilan sebagai duta sekolah yang harapannya akan membawa nama baik sekolah. Setelah berlatih sangat keras beberapa minggu ini akhirnya besok sore akan diadakan pemilihan duta sekolah. Meskipun semua mendukung Agung tapi aku cukup berpotensi lulus bukan?

Hanya saja, perkataan kepala sekolah tadi sore membuat percaya diriku runtuh. Apa-apaan seniku tidak bernyawa? Hell no! aku berbakat dan itu mutlak. Namun dukungan sangat berpihak pada Agung, kemungkinan dia yang akan terpilih. Aku harus menggagalkan hal ini!!

Aku berfikir keras malam itu hingga terserang insomnia berat. Aku hanya menatapnya penuh kebencian, aku ingin dia mati…

0o0o0o0

“Beli apa mas?” tanya penjaga toko ramah padaku.

“Racun tikus sebungkus…” kataku datar. Tidak lama kemudian penjaga toko itu memberikan apa yang aku mau dan aku pun membayarnya.

Tidak perlu kerja keras, cukup dengan sebungkus racun tikus untuk membunuh seekor tikus pengganggu. Di jalan aku membeli es cendol kesukaan Agung setelah itu aku memasukkan racun tikus pada es itu dan mencampur rata supaya rasa maupun warna tidak ketahuan. Aku kembali berjalan kembali ke sekolah.

Sampai di gerbang terlihat Agung berlari-lari dan menghampiriku, “Haah…. Haah.. Ada yang ingin aku bicarakan… Ikut denganku!” pintanya dengan ngos-ngosan.

Aku menatap dia yang diguyur keringat dengan heran namun tanpa konfirmasi dariku, dia menarik tanganku. Kami sampai ke sebuah kebun buah-buahan yang biasa dijadikan extrakulikuler berkebun biasanya. Kebetulan pagi itu sepi, jam menunjukkan pukul 09:00, sekarang libur karena nanti sore akan diadakan audisi.

“Hn… Apa yang ingin kau bicarakan?” tanyaku sambil menyembunyikan es dibalik punggungku.

Wajahnya memerah, terlihat sesekali dia menarik-hembuskan hafasnya yang tidak stabil. Dia menatapku lekat, tatapan tajam yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Terlihat kebimbangan dari matanya namun…

CUP….

Dengan berjinjit, bibirnya berhasil menyentuh bibirku, “A-aku mencintaimu… Aku jatuh cinta denganmu! Perasaan yang terlalu menggangguku jika harus kupendam terlalu lama. Aku tidak butuh jawabanmu, aku hanya ingin membuat perasaanku lega dan kuharap kau tidak akan memberitahukan siapapun.”

Aku masih diam terpaku, mata sipitku jadi membulat menatapnya. Entah mengapa jantungku berdetak sangat kencang karena ciuman dan pernyataannya, a-aku… Entah mengapa aku jadi senang dengan hal ini. Oh tidak! Ini hanya siasatnya supaya aku mengalah untuk audisi nanti, sayangnya aku tidak sebodoh itu Gung!

HUP!

Dengan sigap dia menerjang dan memeluk tubuhku, diletakkannya kepalanya di dadaku sedangkan tangannya ada di pinggangku. Dia menggesek-gesekkan kepalanya di dadaku, entah mengapa itu terlihat sangat manis yang membuatku tersenyum melihatnya dan tatapanku pun berubah menjadi sayu. Nyaman… Nyaman sekali, seperti inikah rasanya memiliki seorang kekasih? Aku dan ambisiku sama sekali tidak memberikan kesempatan pada diriku memiliki kekasih selama ini dan sekarang rasanya dadaku digelitik oleh rasa bahagia yang luar biasa.

Kukecup puncak kepalanya dan dia pun mendongak, memperlihatkan wajah imutnya yang membuatku malu. Ini dia yang membuatku kesal dengan wajah imutnya, dia memuatku jadi kikuk dan malu… Dan aku sangat benci jika menjadi bodoh seperti sekarang. Oh god, sepertinya aku membohongi perasaanku selama ini, aku tidak membencinya melainkan mencintainya.

“Ya… Hari ini kita resmi,” kataku lembut. Kutarik dagunya dan mengecup pelan bibirnya.

Dia memejamkan matanya, sekitar 3 menit bibir kami menempel tanpa bergerak karena aku pun tidak tau caranya berciuman, “Aaah… Nafasku sesak. Jadi haus… waah kau perhatian sekali hahaha… Pakai repot-repot membelikan cendol kesukaanku!” katanya semangat kemudian merampas keresek di tanganku dengan kasar kemudian meminum es itu dengan cepat tanpa sedotan melainkan langsung dari kereseknya.

“NO!!!!” teriakku sambil menangkup pipinya, “Muntahkan! Muntahkan!!!” teriakku sambil mencekek lehernya pelan.

“Kenapa sih? Kau kesal aku merampas esmu? Besok aku ganti deh hehe…”

“Bukan bodoh! Es tadi berracun!”

“Ba-bagaimana bisa?”

“Tidak ada waktu adu argument, cepat kita ke rumah sakit!”

“Jelaskan bagaimana bisa?” tanyanya dengan keras kepala dan tidak bergeming.

“Aku ingin membunuhmu agar kau gagal audisi, puas bodoh! Cepat kita pergi…”

“Jahat… Kau jahat…” katanya sambil mundur perlahan.

“Arrgghh! Kau tidak boleh mati bodoh, ayo cepat kita ke rumah sakit!” teriakku dengan mata berkaca-kaca. Namun dia berlari masuk ke dalam kebun yang membentuk labirin, aku semakin panik karena ada banyak sudut yang membuatku sulit menemukan Agung.

“Bodoh kau dimana?!!” teriakku frustasi. Kesal nyaris setengah jam aku berlari hanya tersesat di labirin itu akhirnya aku memanjat dan bisa melihat Agung dari ketinggian, dia telah terdampar di tanah. Aku melompat ke tempat dimana Agung terbaring dan dengan sigap kuangkat tubuh mungilnya, berlari sekuat tenaga. Tubuhnya sekarang sangat lemas dengan mulut yang berbuih. Menyesal… Ya, aku sangat menyesal. Kenapa aku tega sejahat ini dengan orang yang tulus mencintaiku? Ini kesalahan terbesar yang aku lakukan tuhan…

0o0o0o0o0

Tek… Tek… Tek..

Jam dinding yang berdetak terdengar nyaring disela-sela keheningan kami. Audisi ditunda karena kami berada di dapan ruang UGD sekarang. Aku mengetuk-ngetuk lututku karena gelisah, “Save him, god…” lirihku sambil menggenggam kedua tanganku di depan wajahku.

“Sejak kapan kau perduli dengannya?” tanya Desi, aku hanya diam. “Akhirnya kau menyadari akan ketulusannya kan? Dia pernah cerita tentang perasaannya padamu tahun lalu. Saat aku menyatakan perasaan padanya, saat dia menolakku karena pilihannya adalah kau. Ironis sekali kan…”

Aku menggigit rahangku, aku sangat kesal pada diriku sendiri. Salahkan saja, salahkan saja aku!

“Aku yang meracuninya…”

Sontak semua orang menatapku tidak percaya, “Apa? Setega itu kau melakukan tindakan kriminal. Pasti demi audisi?” tanya kepala sekolah dengan menampar keras pipiku, “Kami akan menjebloskanmu ke penjara!” teriak teman Agung yang lain. Aku hanya menatap kosong, pasrah dengan semua makian maupun kucilan itu. Karena aku pantas mendapatkannya.

“Kalau memang kau yang melakukannya kenapa ada gurat penyesalan di wajahmu?” tanya Desi dan semua mata tertuju pada Desi.

“Aku menyesalinya. Aku bahkan membatalkan niatku, tapi dia yang merampas es yang kupegang.”

Hening…

Kreak…

Namun dokter yang membuka pintu memecah keheningan, terlihat kepala sekolah menghampirinya.

“Bagaimana dok?”

“Karena telat, nyawanya hampir melayang. Keadaannya kritis, berharaplah tuhan memberikan keajaiban.”

Gemuruh tangis menggema di lorong itu, begitu banyak air mata yang tumpah dibuatnya, tapi aku? Aku tetap bertahan dengan gengsiku. Aku pun berjalan menghampiri dokter dan diizinkan masuk bergantian. Kulangkahkan kaki di lantai putih itu. Terlihat, tubuh mungil itu terbaring tak berdaya di kasur rumah sakit, dengan banyak peralatan yang menempel di tubuhnya untuk menahannya, bibirnya sangat pucat, senyumnya lenyap yang terlihat hanyalah guratan wajah tanpa ekspresi. Aku mendekat, kuraih tangan mungil itu dan menggenggamnya erat, “Jangan pergi sekarang… Baru saja aku akan mengecap yang namanya kebahagiaan, haruskah kau merenggutnya?” lirihku. Kukecup tangan pucat itu, tak terasa butiran hangat menetes di pipiku. Kuremas dadaku, sakit kali ini jauh lebih sakit jika aku harus mengecap kekalahan. Aku semakin terisak mengingat betapa berwarnanya hidupku selama ini karena dia yang berisik dan selalu mengacaukanku ternyata sosok menjengkelkan itu pun dapat membuatku rindu. Hei bodoh, dapatkah kau lihat wajah bodohku sekarang? Semua karena kau, aku benci kau… Akan lebih benci jika kau benar-benar pergi… Bisakah mata cantik itu kembali terbuka? Mata birumu yang menatap memohon itu sangat kurindukan apalagi cengiran lebarmu. Jangan tinggalkan aku dengan perasaan bersalah ini, Bodoh…

Kudekatkan wajahku dengan wajahnya, kukecup bibirnya. Seperti snow white, aku berharap bodohku membuka mata cantiknya karena sudah kucium. Namun nihil… Dia tidak bergeming.

Lelah menunggu hingga aku merasakan ngantuk luar biasa, aku merebahkan kepalaku di sisi kasur sambil terduduk. Belum sempat kesadaranku hilang, aku merasakan tangan mungil itu meraih kepalaku, kutatap sang empunya dan ternyata…

“Agung… Kau sudah sadar?” tanyaku yang kemudian memeluknya. Dia mengusap pundakku, “Maafkan aku…”

“Iya, aku maafkan…” lirihnya dengan suara serak. Aku sungguh lega karena tuhan mendengarkan doaku.


0o0o0o0
-Sebulan kemudian-

“Dan ini penampilan terakhir dari perwakilan International Art School menampilkan 5 cowok ganteng yang tergabung dalam grub vocal The Sexy Vampire!!!”

Aku menggenggam erat tangan Agung sebelum naik ke atas panggung. Syukurlah Agung kembali sehat dalam 2 hari setelah keracunan bulan lalu, audisi sekolah pun mengumpulkan 5 cowok popular dan berbakat yaitu aku, Agung, Dian, Kim dan Briant yang berpotensi bisa mengharumkan nama baik sekolah. Kami yang berdandan ala cosplay atau para pemeran di anime Vampire Knight ditambah make up vampire yang meyakinkan pun naik ke panggung. Dengan bermodalkan lagu hands up (2pm) yang kami cover akhirnya kami bisa menjadi juara 1 nominasi penggemar terbanyak. Semua bersorak bahagia, dan cerita ini pun aku tutup dengan senyum bahagiaku. Senyum? Yeah aku mulai berlajar tersenyum. ^_^

TAMAT

Like dong? Koment dong? Biar mimin yanz rajin bikin cerpen. Maaf ya jarang berkunjung hehehe mudan kalian gak lupa mimin yanz