Yanz present~
Kuroshitsuji Fanfiction
Tittle: My Guardian Angel
“Silahkan dipakai
Tuan Muda,” katanya menyodorkan seragamku, matanya merah dan menatap sayu, dia
seperti vampire ditambah lagi kulitnya yang sangat putih, pucat, pakaiannya pun
sangatlah rapi dengan kemeja beserta jas hitam, seperti seorang buttler.
“Siapa kau?” tanyaku.
Dia hanya tersenyum, “Nama saya Sebastian Michaelis. Anda
Tuan Muda Ciel Phantomhive kan? Saya adalah asisten ayah Tuan Muda di perusahaan,
dikarenakan tempat kost saya sedang digusur, ayah Tuan Muda menawarkan menetap
disini, walau pun saya sempat menolak tapi beliau berkata kalau beliau memiliki
anak yang sangat manis dan kesepian jadi saya tertarik,” katanya panjang lebar
dan tersenyum lembut lagi.
Aku mendengus, “Jangan memanggilku Tuan Muda karena aku
sudah dewasa, kau tidak bisa melihatnya hah? Dan jangan berbicara dengan bahasa
yang terlalu formal, terlalu aneh untuk kudengar.”
“Baiklah Ciel.”
“Keluar!” kataku ketus. Dia membungkuk, kemudian menuruti
perkataanku.
Dengan cepat aku memakai seragam SMAku, ya aku sudah kelas 2
SMA sekarang dan menurutku aku sudah dewasa. Pagi tetap sama seperti biasa,
dihiasi dengan teriakan dan umpatan kedua orang tuaku. Ini semua membuatku
gila, keluargaku semakin hancur saja. Aku berusaha tidak perduli, mengambil
roti dengan cepat dan pergi dari rumah jahanam itu untuk ke sekolah bersama
supirku. Kutatap pemandangan dari balik jendela mobil, air mataku jatuh meski
pun aku seka berkali-kali. Hei, siapa pun kalian pasti akan terpukul bukan jika
keluarga kalian terancam hancur?
Aku semakin iri ketika melihat sepasang suami istri
mengantarkan anak mereka ke sekolah, mereka terlihat bahagia. Aku merindukan
masa itu.
Keseharian di sekolah juga seperti biasa, aku belajar dengan
serius tanpa bergaul. Tak ada satu pun orang yang mau berteman dengan orang
yang dingin sepertiku, aku sama sekali tidak ramah. Aku pun tidak butuh mereka,
aku bisa hidup sendiri, itu sudah biasa.
Aneh? Ya kalian mungkin menganggapku aneh, bagaimana bisa
pemuda tampan sepertiku tapi anti social. Cukup bayak yang berusaha mendekatiku
tapi tak bertahan lama.
Setelah sekolah usai pun aku tidak ada niatan berkunjung
kemana pun, aku hanya ingin segera pulang, mengurung diri di kamar seperti
biasa. Karena aku suka keheningan yang membuatku tenang.
Aku terkejut melihat Sebastian ada di depan sekolahku,
dikerubuti banyak gadis. Dengan bangganya dia mengibaskan rambut dan tersenyum
ramah untuk tebar pesona sehingga membuat banyak gadis labil di sana berteriak
histeris, aku hanya mendengus kesal.
“Sedang apa kau disini?” suaraku langsung membubarkan
gumpalan gadis tak jelas tadi. Seolah aku memiliki aura hitam mematikan mereka
semua mundur dengan perasaan takut. Sebastian tersenyum ramah.
“Aku menjemputmu Ciel, aku khawatir jika anak kecil
sepertimu pulang sendiri,” katanya masih dengan senyuman yang kuras
dimirip-miripin sama malaikat.
“AKU BUKAN ANAK KECIL BODOH! Dan aku punya supir, kau
kemanakan supirku?!!” teriakku murka. Semua orang memperhatikan kami, Sebastian
tetap dengan senyumannya.
Dia tidak membalas perkataanku melainkan membuka pintu
belakang dan mempersilahkanku masuk, aku terdiam memandangnya ketus. Orang
bodoh macam apa dia. Dia mengusap kepalaku, berdiri ke belakangku dan
mendorongku masuk, aku meronta-ronta namun kalah kuat dengannya. Menyebalkan.
Sepanjang jalan dia berusaha mengajakku mengobrol namun
hanya kudiamkan.
“Kau semakin manis saja kalau manyun begitu,” katanya sambil
melirikku sesaat di spion.
“Aku tidak manis!!” teriakku sambil membuang pandanganku
kembali ke jendela.
Pemuda itu… hah! Kenapa dia suka sekali menggodaku? Ah bukan
hanya aku, tapi terlihat dia suka menggoda semua orang, tapi aku salut dengan
sifat sopannya. Bagaikan seorang tuan putri aku dibukakan pintu olehnya,
matanya yang sayu dan teduh selalu menatapku dan menuntunku.
Aku berlari menjauhi Sebastian, mencari kamarku dan langsung
membanting pintu kamarku, kubuka jendela dan menghempaskan tubuhku ke kasur.
Angin sepoi-sepoi sore itu, lokasi kamarku memang sangat pas.
Nyaris saja aku terlelap namun aku merasa ada yang mengusik
telapak kakiku, aku terbangun dan mataku terbelelak melihat Sebastian dengan
bulu ayam di dekat kakiku. Dia tersenyum tanpa dosa.
“Apa yang kau lakukan heh?” bentakku padanya.
“Makan dulu, Ciel. Nanti tubuhmu tidak mau besar,” katanya
dengan senyum menjengkelkan itu.
“Aku sudah besar!” teriakku sambil menyembunyikan wajahku di
atas bantal karena aku tidur telungkup.
Dia menepuk bokongku, aku tersentak kaget. Wajahku sangat
memerah, “Ka-kau?!!!”
Dia tidak menjawab melainkan menyodori sendok ke wajahku,
“Makanlah dulu?”
Aku menggeleng kuat, menepis sendok dan piring yang di
pegang sehingga berhamburan kemudian memakinya sekuat tenaga. Dia tetap tak
bergeming. Hanya senyumannya yang kulihat.
Aku kembali mendengar keributan orang tuaku di luar. Kutatap
jam dinding sejenak, buat apa mereka ribut jam segini? Dadaku kembali sesak,
rasanya psikisku benar-benar rusak dengan semua beban ini.
Lengan kokoh itu menarik pinggangku, membiarkan kepalaku mendarat
hangat di dadanya. Ah… Sebastian, dia memelukku? Dadaku berdegup kencang,
kenapa bisa begini? Apa karena ini untuk kali pertama aku merasa nyaman
berdekatan dengan seseorang?
“Menangislah jika itu bisa membuatmu tenang, tapi esok hari
kau harus bangkit,” ucapnya lembut.
Aku tertegun, kucengkram kemeja putihnya dan menangis
sekencang mungkin di dadanya. Bisa kurasakan dia mengecup kepalaku
berkali-kali, perasaanku bercampur aduk antara malu dan sedih.
-0-0-0-0-
Dua bulan sudah aku hidup bersama Sebastian, hidup terasa
lebih berarti semenjak ada dia. Dia sosok yang sangatlah lengkap untukku, dia
bisa menjadi kakak, sahabat bahkan dia sama manisnya seperti… seorang kekasih,
namun tidak ada pernyataan sedikit pun dari kami berdua. Apa dia hanya
menganggapku sebagai adik? Atau parahnya sebagai majikannya sehingga dia
melayaniku sedemikian rupa?
Entahlah, yang pasti dia bisa menutupi luka menganga di hatiku
dengan cintanya. Aku memasang wajah ketus seperti biasa, Sebastian berbaring di
sampingku. Kami berbaring di atap rumah, menikmati indahnya ribuan bintang malam
ini karena cuaca begitu cerah.
“Hei ada bintang jatuh!” teriak Sebastian girang sambil
menunjuk-nunjuk langit, “Cepat make a wish!” sambungnya.
Aku memejamkan mata, memohon agar tidak ada satu pun hal
yang bisa memisahkanku dengan Sebastian.
“Apa permohonanmu?” tanyanya antusias.
“Tidak penting…” jawabku dingin.
“Ahaha… apa jangan-jangan kau memohon dapat ciuman dariku
malam ini?” tanyanya asal.
Oh Sebastian, andai kau memberikannya malam Ini aku pun
tidak bisa menolak, “Jangan berfikir yang tidak-tidak ya! Mana mungkin!”
teriakku kasar. Sebastian tertawa lepas.
“Padahal itu harapanku tadi…” katanya setelah tawanya reda.
Aku menoleh ke arahnya dengan cepat, aku terkejut.
Tenggorokanku tercekat, wajahku sangat memerah. Apa? Sebastian berharap
menciumku malam ini? Yang benar saja. Dadaku, susah sekali menstabilkan detak
jantungku.
Dia pun menoleh ke arahku, dengan segera kubuang pandangan.
Dia mengusap rambutku dengan lembut. Dia
memegang bahuku, mengarahkan tubuhku agar berhadapan dengannya, kami bertatapan
sangat lama.
“Selain orang tuaku, Tuan Muda Ciel lah yang selalu ingin
aku jaga,” katanya dengan senyuman lembutnya. Bibirku bergetar, apa itu artinya
aku sangat berarti untuknya? Tapi berarti dalam arti apa? Ayolah Sebastian,
katakan sekarang! Jangan menggantungku terlalu lama. Dia menarik daguku dan…
CUP…
Ciuman lembut itu mendarat hangat di bibirku, aku membatu.
Tubuhku langsung panas dingin, getaran di hatiku semakin dasyat, berteriak
girang. Aku semakin hanyut saat tangan hangatnya mendorong tengkukku untuk
memperdalam ciuman dan meraba-raba pipiku. Aku hanya diam menerima lumatannya,
dia… mencuri ciuman pertamaku, tapi aku tidak menyesal karena aku sangat
mencintainya.
HPnya berbunyi sehingga dia melepaskan ciuman kami, terlihat
dia sedikit shock setelah mengangkat telepon, “Itu bukan urusanku, aku tidak
mau terlibat lagi!!” bentak Sebastian lewat telepon, ini kali pertama buatku
melihatnya marah. Siapa memang orang yang membuatnya marah?
Kemudian dia langsung mematikan teleponnya, dia menatap
lurus dengan pandangan yang gusar, “Ada apa?” aku angkat suara.
Dia berbalik menghadapku dan dengan mudahnya memasang senyuman
malaikat itu ke arahku lagi, “Bukan apa-apa Ciel,” katanya lembut sambil
mengelus rambutku.
Waktu terus berjalan, kemesraan pun selalu Sebastian berikan
setiap harinya, itu sangat manis. Dia pun selalu menjagaku dan setia di sisiku
meski pun ya kalian tau sendiri sifatku, pemberontak, egois, kasar dan keras kepala. Tapi dia tetap berdiri kokoh di
sampingku.
Kemurkaanku semakin parah tiap kali terserang penyakit, aku
masih ingat berpuluh-puluh perawat berhasil aku tendang dari rumahku. Tapi lain
halnya dengan Sebastian, meski pun aku mengumpatnya, menepisnya ketika dia
berusaha memberikanku makanan atau obat, dia tetap tersenyum dan mengadalkan
jurusnya untuk membuatku patuh, yaitu sebuah ciuman. Ya, aku memang selalu
luluh oleh kemesraannya.
Tidak hanya sabar dalam menghadapiku, dia pun cerdas.
Terbukti dia bisa membantuku belajar dan mengerti semua pelajaranku, pantas
saja ayah sangat mengandalkannya. Meski pun lelah karena bekerja dari pagi
hingga jam 3 sore dia tetap setia menemaniku. Ya, aku memang merengek-rengek
pada ayah agar jangan memberi Sebastian lembur agar dia bisa menjemputku ke
sekolah dan menemani sisa waktuku di rumah.
Hal yang paling aku sukai adalah ketika akan tidur, ya
karena akhir-akhir ini kami selalu tidur bersama. Namun Sebastian belum pernah
‘menyentuhku’, hal yang paling intim yang dia lakukan terakhir adalah mengecup
leherku sehingga meninggalkan bercak merah, tapi dia tidak pernah menuruti
nafsunya untuk melakukan lebih, semua dia atur perlahan mungkin karena tidak
ingin membuatku takut.
Posisiku selalu terjepit olehnya jika tidur bersama, tangan
kokoh itu melingkar di pinggangku, lututnya berada di atas pahaku. Dia
menjadikanku guling, mungkin guling tertampan yang pernah dia miliki. Aku
mendongak, menatap wajah teduhnya yang masih terlihat tampan meski pun tertidur
lelap. Aku mencoba memiringkan tubuh agar berhadapan dengannya, kami tidur di
bantal yang sama sangatlah rapat. Saking rapatnya aku dapat merasakan tiap
lekuk tubuhnya yang padat itu, aku heran tubuh ini terlalu sexy untuk seseorang
yang berkerja di kantor. Apa dulu dia pernah menjadi kuli bangunan? Hah
entahlah, yang pasti aku sangat menikmati berapat ria dengannya, kepalaku
bersembunyi di lehernya yang bisa kukecup sepanjang malam. Hingga akhirnya
kehangatan itu menghanyutkanku ke alam mimpi.
Pagi pun selalu mengejutkan, apalagi ketika aku yang
terbangun lebih dulu. You khow what, senjata kami akan selalu mengacung tinggi
di pagi hari meski pun tak ada rangsangan dan wajahku sangatlah memerah
menemukan tubuh kami masih menempel dan… penisku menempel dengan penisnya meski
pun kami sama-sama terbungkus kain. Dapat kurasakan benda itu, ingin aku menjamahnya
tapi gengsiku menahan hasrat itu. Tapi satu hal yang tidak bisa kutahan,
‘milikku’. Ditambah lagi aroma khas dan wajah Sebastian membuatku semakin tidak
bisa menahan diri, hingga aku memutuskan memanjakan ‘adik’ku itu dengan
tanganku sambil menatap wajah Sebastian, menganggap dialah yang menyentuhku,
semoga dia tidak sadar dengan aktivitas memalukanku ini.
Semua terasa indah apalagi sekarang orang tuaku kembali
rukun, sampai pada akhirnya hari itu datang,
hari dimana aku mengumpat sekuat tenaga di depan pagar sekolah karena
tidak menemukan batang hidung Sebastian saat itu. Aku mengiriminya pesan bahkan
meneleponnya berkali-kali namun tidak ada respon, ah Sebastian kau kemana hah?
Aku menatap tajam ketika
mobil yang kutunggu datang juga setelah menunggu sekian lama, “Kau
kemana saja hah? Apa kau tidak tau aku sudah menunggu selama 3 jam!!!”
bentakku.
“Maafkan aku Ciel, tadi ada pekerjaan yang benar-benar tidak
bisa kutinggalkan. Kebetulan signal sedang buruk sehingga aku tidak bisa
menghubungimu.”
“Jangan banyak alasan! Apa kau tidak lihat betapa lelahnya
aku menunggumu seperti orang bodoh hingga langit kuning begini?”
“Maafkan aku Ciel, sekarang aku sudah datang. Berikan
pelukan hangat cepat?” katanya riang.
Aku sok jual mahal, berjalan menjauhinya berharap dia
mengejarku dan memohon-mohon hingga aku tidak kesal lagi. Benar saja Sebastian
mengejarku namun aku mempercepat langkah atau tepatnya berlari hingga ada
sebuah mobil yang menghampiriku dan orang-orang di sana menangkapku dengan
sigap. Aku meronta-ronta, terlihat Sebastian berlari sekuat tenaga mengejar
mobil yang menculikku namun sia-sia.
Aku tidak menyerah, berusaha sekuat tenaga mengalahkan 3
pria besar yang mengekangku ini hingga akhirnya aku menyerah menemukan sebilah
belati tajam mengarah ke leherku. Ya tuhan, kenapa aku mendapatkan posisi
menjepit ini.
“Kau tidak bisa menolak tawaranku, malaikat kesayanganmu
sudah ada di dalam genggamanku,” kata pria sangar di depanku sambil menelepon
sedangkan tangannya yang memegang pisau mengusap-usap pipiku dengan ujung pisau
pelan.
Aku yakin, lawan bicaranya adalah Sebastian dan aku pun
ingat akan sesuatu… waktu di atas atap, Sebastian marah besar pasti karena
bajingan ini. Aku dapat mendengar Sebastian mengumpat di seberang sana. Setelah
berbincang atau tepatnya berteriak-teriak orang itu pun mematikan teleponnya.
Dia menatapku dengan senyuman sinis, “Kau tau… orang yang
kau anggap sebagai malaikat itu sebenarnya seorang iblis…” desisnya. Mataku
terbelalak.
“Apa maksudmu?!!!” teriakku murka.
Dia tertawa keras, “Dia seorang pembunuh bayaran berdarah
dingin. Gara-gara dia yang dulunya partnerku itu meninggalkanku maka aku
dipenjara sedangkan dia… hahaha bahagia sekali rupanya hidupnya.”
Sebastian… pembunuh… tubuhku langsung bergetar, apa yang penjahat
ini katakan tidak sama dengan apa yang aku simak selama ini. Aku menggeleng
keras, itu masa lalu Sebastian! Semua orang juga punya masa lalu kelam,
Sebastian yang aku kenal sekarang adalah sosok guardian angel, bukanlah
pembunuh berdarah dingin di masa lalunya!
Penjahat itu terus menghasutku namun aku hanya diam, “Dia
akan terjebak hahaha… begitu dia datang menjemputmu, aku akan menghabisinya
setelah itu kau pun akan menyusul..”
Mataku kembali membesar, aku menatap tak percaya. Tuhan,
lindungi kami.
Sesampainya di sarang iblis itu, aku disiksa, dimaki dan ada
juga gay yang berusaha menyentuhku namun dilarang si raja iblis, “Jangan sentuh
dia! Dia milikku,” begitulah bunyinya.
Dia mengusir semua anak buahnya, mendekati aku yang sudah
terpasung di atas kursi. Belati tadi kembali mengelus pipi mulusku. Saat dia
berusaha menciumku aku langsung meludahi wajahnya. Hampir saja dia menikam
wajahku dengan pisau itu namun ada sebuah tangan yang menahannya dari belakang.
“Menyentuhnya sama saja cari mati,” ucap sebuah suara yang
aku sangat kenal. Sebastian.
“Lari bodoh! Kau dijebak!” teriakku. Sebastian menatap
tajam, mata itu jarang sekali dia tunjukkan.
Penjahat itu tertawa karena dengan mulus Sebastian masuk
dalam jebakannya gara-gara aku. Aku berusaha melepaskan tali-tali ini berhubung
perhatian mereka tertuju pada Sebastian. Ya mereka, karena anak buah yang tadi
keluar sudah masuk kembali dan mengelilingi Sebastian. Tuhan, bagaimana ini.
Habislah kami.
Mereka yang jumlahnya belasan mulai menyerang Sebastian
namun hanya bermodalkan kaki panjangnya Sebastian menyapu habis mereka hingga
terjengkal. Mereka bangkit, melayangkan tinju yang dapat ditahannya dan
menyerang balik. Namun apalah daya, Sebastian kalah jumlah, beberapa kali
pukulan keras mendarat di rahangnya, perutnya atau pun punggungnya. Aku
meringis ngeri. Sedangkan ketua penjahat menjilat-jilat pisau sambil menyimak
anak buahnya.
Yeah, ikatanku terlepas. Dengan keberanian yang tersisa aku
mengangkat bangku dudukku tadi kemudian mengibaskan pada mereka semua yang
mengeroyok Sebastian. Dia kembali bangkit dan menyerang mereka satu persatu.
Begitupun aku, kulayangkan tinjuan dan tendangan sekuat tenaga yang membuat
darah berhamburan dari mulut mereka.. aku pun tak luput dari hantaman, beberapa
kali aku terjengkal mendapati tendangan kuat namun kembali bangkit dengan
luapan emosi aku memberantas mereka semua bersama Sebastian. Baru saja bernafas
lega namun kembali dikejutkan, “AAAARRGHH!!!” ketua penjahat tadi berlari ke
arahku dengan pisaunya yang mengacung tinggi, gerakannya terlalu cepat hingga
aku tak sempat menghindar…
CRAAT!!
Darah berhamburan kelantai, aku membuka mataku yang sempat
terpejam, “Se-Sebastian!” teriakku perih. Aku melihat Sebastian memelukku dan
di bahunya menancap sebilah belati. Aku mencabutnya dengan cepat hingga dia
menggerang. Dia berbalik, matanya menatap tajam, sebelumnya dia merampas belati
di tanganku. Dia menerjang penjahat itu, menghajarnya dengan tenaga yang
tersisa dan dengan mata kepalaku sendiri… aku melihat sisi psikopat Sebastian
yang merajam penjahat itu puluhan kali, lututku bergetar.
DORR! DOOR! DOR!
Tiga tembakan mengarah ke Sebastian, aku menganga lebar.
Sebastian tersungkur di lantai. Aku melirik orang yang menembak tadi kemudian
melempar kursi yang tepat menimpa kepalanya. Aku mendatangi Sebastian.
“Sebastian! Apa kau tidak apa-apa?” tanyaku. Bodoh sekali
memang pertanyaanku berusan, bagaimana bisa dia baik-baik saja ketika belati
mengoyak tubuhnya dan 3 peluru bersarang ditubuhnya. Sebastian bangkit,
menatapku dengan senyuman lembut seperti biasa.
“A-akuh.. emmh.. baik-baik saja… bibirmu terluka Ciel,”
katanya sambil menyeka bibirku. Bukannya bersih namun wajahku semakin kotor
karena darah yang memenuhi tangannya.
“Aku tidak apa-apa! Ayo cepat pergi dari sini!” aku berusaha
kuat, menahan isak tangisku. Jika aku panik tak akan membantu sama sekali. Aku
merangkulnya, dia berjalan pincang karena dua peluru bersarang di kakinya namun
aku semakin kagum karena dia tetap tersenyum. Aku, dengan tenaga yang tersisa
berusaha berjalan mengitari jalan sepi yang sangat jarang dilewati pengendara.
Cuaca sangat dingin hingga nafasku berasap, tuhan jika malam ini salju turun
maka kami tak akan bisa bertahan.
“Cu-cukup Ciel… aku… aku sudah sangat menderita,” lirihnya.
Ya tentu dia sangat menderita berjalan selama 2 jam tak menemukan titik terang.
“Bertahanlah… aku yakin pasti kita menemukan bantuan!”
teriakku berusaha meyakinkan. Dia melirik sungai yang ada di pinggir jalan itu.
“Kumohon… bantu aku mempermudah proses ini. Aku sangat
kesakitan,” suaranya sangat pilu. Aku tidak bisa lagi menampung air mataku.
Sebastian, kau bagaikan lampu pijar, redup namun pasti
memberikan cahaya baru dalam kehidupan kelamku. Senyum ini terasa lebih berarti
dengan dengan kehadiranmu yang memberikan nafas dalam semangatku. Dulu, tubuh
ini sangatlah rapuh... beban hidup bagikan larva yang menggila menyapu dan
membakar setiap jengkal kebahagianku namun kehadiranmu bagaikan hujan yang
sejuk dan mendinginkan hatiku. Rasa nyaman yang kau ciptakan membuat taman hati
ini lebih indah, dihiasi bunga segar dan kupu-kupu cantik berterbangan...
bertahanlah untukku, karena kau nafas untuk semangatku, jangan biarkan tubuh
rapuh ini kembali terjengkal dalam kegelapan masa lalu...
Namun dia tersungkur di tanah, aku berusaha membangunkannya
namun sudah tidak ada lagi usaha untuknya bertahan, “A-aku… akhh… aku
mencintaimu Ciel…” ucapnya dengan suara serak. Aku memeluk kepalanya dan
mengangguk.
“Aku juga mencintaimu Sebastian..” ucapku sambil terisak.
Darah di tubuhnya terus mengalir, dia bisa kehabisan darah.
Bau anyir menyeruak, membuatku ingin muntah dan dadaku sakit karena Sebastian
lah yang harus merasakan nyeri yang luar biasa ini. Dia menatapku sayu,
mulutnya bergetar seperti ingin mengatakan sesuatu namun tidak mampu. Dingin
sangatlah menusuk tulang, benar-benar akan turun salju. Aku memeluk Sebastian,
menggosok tangannya.
Kutatap jalan dibelakang, darah… ya terlalu banyak darah
yang Sebastian seret sepanjang jalan. Dia tidak akan bisa bertahan kalau tak ada bantuan! Arrghh!
Aku tidak mau menyerah, berat memang tubuh Sebastian tapi
aku menyeretnya. Dia menggerang, aku tidak sanggup melihatnya kesakitan
sehingga kembali berlutut di sampingnya. Kuciumi wajahnya berharap cinta bisa
menguatkannya.
“Bantu aku menyelesaikan rasa sakit ini, demi cintamu. Kau
tak mau kan aku menderita?”
Aku menggeleng kuat, “Bertahanlah!” dia pun menggeleng.
Matanya sayu seperti biasa, namun kali pertama aku melihat mata ini
mengeluarkan air, tanda keperihannya sudah sangat dalam. Haruskah aku
membunuhnya demi cintaku padanya, aku tidak sanggup... aku tidak mungkin
sanggup bila menemukan kenyataan di pagi hari Sebastian sudah tak ada di
sampingku lagi, tak ada yang mengobrol denganku dirumah dan senyumannya… aku
sangat tergila-gila dengan senyuman itu. Bahuku bergetar hebat karena tangisku
semakin kuat.
“Kematian bukan hal buruk, kematian membawa kita pada tuhan…
jangan ragu Ciel, aku sudah siap.”
Dia menunjuk sungai, aku mengerti. Aku tidak boleh egois
kali ini, aku memang menginginkan Sebastian tapi aku pun tak sanggup jika dia
harus kesakitan lebih lama. Aku berfikir logis, sudah separah ini keadaannya
tak mungkin pihak medis bisa menyelamatkan ditambah sekarang tak ada bantuan
lalu kuseret dia ke sana lalu kurebahkan di pinggir sungai. Kupegangi
kepalanya, “Apa kau yakin Sebastian?” lirihku. Dia tersenyum dan mengangguk.
Aku menekan tubuhnya ke dalam air. Aku menggerang, tangisku pecah dan tubuhku
lemas melihat buih di air sudah tak ada, Sebastian telah pergi.
END
Review please??? Review kalian adalah semangat buatku
hhwwuuuaaaaaa..... Endingnya nyesek. Tp apa stiap org yg masa lalu@ buruk hrs berakhir spt ini??? Knp lu g tobat aja bro... Biar g sad ending gitu hiks. Mana org@ cakep lg..... Huuuaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
BalasHapushuahhaha.,
BalasHapus*ambil tisue segepok buat nyeka air mata...
Asli neh crita menyayat hti bnget, ampe q nangis g' brhnti", *lebay
Ksian ciel dtnggal sebastian, knpa g' dbuat happy ending ajj seh.,?
Huaaa.. endingnya nyesek bro.. keren voohhh 👍
BalasHapusKren gillaaa
BalasHapusSdih bgt :'(
Nama tokohnya mirip banget kayak nama tokoh di serial anime Kuroshitsuji.
BalasHapusLah kok mati... Sayang kali... Tapi bukannya sebastian iblis ?dia kan bisa mati kalo pake senjata iblis...??? Tapi ceritanya uda lumayan lah aku suka kalo ciel ama sebastian... Cocok.. Hehehe
BalasHapusKuroshitsuji memang the best ��
Lah kok mati... Sayang kali... Tapi bukannya sebastian iblis ?dia kan bisa mati kalo pake senjata iblis...??? Tapi ceritanya uda lumayan lah aku suka kalo ciel ama sebastian... Cocok.. Hehehe
BalasHapusKuroshitsuji memang the best ��
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
BalasHapusDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny