Bocah Kamseupay Aku Mencintaimu
By: ini cerita
kolaborasi antara Yanz and my wife yang paling unyu2 sedunia dan akhirat, amin
*plak* Mika Izumi. Yanz sebagai penulis dan penyumbang ide dan Mika sebagai
penyumbang ide dan editor. Semoga kolaborasi ini memuaskan.
SUMMARY: Rendy adalah
pengusaha muda sukses namun sombong, bertemu dengan seorang pemuda kampungan di
dalam mobilnya, pertemuan itu menyebabkan banyak kesialan dan hal-hal memalukan
dalam catatan hidup Rendy, namun kehebohan itulah yang membuat rendy sadar, dia
jatuh cinta dengan bocah satu ini.
ENJOY
“Senang berkerja sama
dengan anda Direktur Rendy. Anda benar-benar pengusaha muda yang dapat
diandalkan,” ucap pria paruh baya itu pada pemuda tinggi di depannya.
“Itu tidak seberapa
jika dibandingkan jasa anda pada perusahaan saya,” balas Rendy dengan senyum
tipis.
Terlihat mereka
saling bersalaman dan pergi satu persatu dari teras perusahaan makanan instan
terbesar di Indonesia tersebut. Rendy tersenyum puas mendapat penghargaan dan
pujian yang sangat membanggakan dari partnernya tersebut. Ia mengenakan
kacamata hitamnya (Enggak, dia nggak memiliki kerja sampingan sebagai tukang
urut tuna netra), dia menyeka pelan jasnya kemudian berjalan dengan gagahnya
menuju parkiran (Enggak, dia juga enggak memiliki kerja sampingan sebagai bodyguardnya
Chelsea olivia).
Dia mencoba menarik
handle pintu mobilnya, namun begitu terkejut setelah menemukan mobilnya dalam
keadaan tidak terkunci. Dahinya langsung mengerut, rupanya dia lupa mengunci
mobil sebelumnya. Namun syukurlah, mobilnya tidak diculik dan diperkosa.
Meskipun Rendy orang penting, tapi dia tidak suka memakai supir. Rendy masuk ke
dalam mobilnya kemudian memantati(?) jok mobil dan memasang sabuk pengaman,
namun dia mengendus aroma yang tidak enak. Um.. aromanya seperti keringat unta
yang abis lari maraton di gurun Sahara.
PETOOK!
Suara ayam berkokok
itu membuatnya memalingkan badan ke belakang, “Hei apa yang kau lakukan di
dalam mobilku?!!!” bentak Rendy.
Terlihat seorang
remaja kucel, kusam, namun cute kaya Dora kena AIDS sambil memeluk ayam dengan
cengiran lebar yang memamerkan deretan gigi rapinya, “Hehehe… Maaf, boleh
numpang ya?” tanyanya tanpa dosa. Hellooo~ Lo udah dari kapan tau maenan di
mobil orang, sekarang baru minta ijin?
Suasana semakin
mencekam, Rendy melotot geram, gerahamnya bergesekan, dia menatap si remaja
dengan tatapan membunuh, dan bak seekor marmut Zimbabwe kecanduan apel dia
berkata, ‘Mas ini anakmu! Mas, nikahi aku, mas! Nikahi aku!’ Eh, enggak gitu
dialognya ding, tapi seperti ini, “NO! Kau fikir aku supir taksi, hah? Dan bau
apa pula ini? Aaarrgghh ayammu buang air di mobilku! Keluar! keluar!”
Namun teriakan Rendy
malah membuat ayam jago itu shock dan mengepakkan sayapnya hingga menerjang
wajah tampan Rendy dengan nistanya, pantat ayam itu berada tepat di hidung
Rendy dan…
PROOT…
Si ayam nista pup di
wajah tampan Rendy, “AAAAAAAAAAAAAAARRGGHH!!!” Rendy mengerang histeris. Demi
penguasa kampung rambutan, wajahnya yang mengalahkan ketampanan tetangganya pak
Bambang baru saja dinodai oleh seekor ayam! Dengan cepat dia menepis sang ayam
kemudian mengelap wajahnya yang sudah direnggut kesuciannya oleh seekor ayam
-iya, seekor ayam- dengan tissue dan menyiram wajahnya dengan air mineral.
Rendy keluar dari mobil dan muntah habis-habisan di samping mobilnya. Dia geram
dengan bencana yang menimpanya sore ini. Sebagai lelaki paling tampan di
kalangan para penghuni taman lawang, Rendy ngerasa terhina! Piso mana piso?!
Dibukanya pintu mobil belakang dengan kasar, ditatapnya
remaja kucel itu dengan jijik, kemudian mengambil sapu tangan yang ada di saku
jas-nya untuk melindungi tangannya saat menarik kasar tangan mungil remaja itu.
“Pergi sana gembel!
Seenakmu saja masuk ke mobilku. Memangnya mobilku ini terlihat seperti angkutan
umum?!” kata Rendy kalap sambil menutupi hidungnya.
Remaja itu menatap
Rendy dengan mata yang berkaca-kaca dan menatap lesu, persis kaya orang yang
lagi mabok deterjen. Hal itu membuat Rendy seolah terhipnotis, dadanya
berdesir-desir, mukanya memerah. “Tolonglah om, aku dari desa sekarang tersesat
dan kehabisan uang. Siapa lagi yang bisa menolongku di kota besar ini,” katanya
memelas.
Baru saja Rendy iba namun
dia kembali berang saat mendengar ucapan remaja barusan, “APA? Om kau bilang?”
tanyanya kemudian melepas kaca mata, melepas jas dan menggulung lengan
kemejanya, membuat gadis-gadis yang melihatnya langsung kejang-kejang seketika.
“Apa aku ini ada tampang om-om, heh?” tanyanya geram. Demi penguasa kampung
rambutan, bocah ini– Grr.. kalau bukan karena ingin menjaga imejnya, pasti
sekarang Rendy sudah memereteli tukang parkir yang sedari tadi memperhatikan
mereka. (sumpah ini ngga nyambung banget)
Remaja yang
belakangan diketahui bernama Tirta itu langsung ciut dan berjongkok sambil
ngorek-ngorek pasir, “Haah… kasar sekali, bener kata emak, orang kota itu
sombong-sombong dan tidak berperasaan…” ucap Tirta lesu.
Rendy mendelik kesal,
disingkapnya poni Tirta yang sedang menunduk itu, kemudian Tirta mendongak yang
membuat Rendy tersentak, “Puppy eyes yang mengerikan…” desisnya pelan.
“Memang kau mau
kemana?” tanya Rendy hati-hati.
Tirta berdiri
semangat dan nyengir selebar bibir sumur di hadapan Rendy, “Aku baru saja lulus
SMA dan mau mencari kerja di kota!”
Rendy melipat tangan
di dada, mengusap-usap dagunya dan menatap Tirta dengan jeli, “Kau bisa apa
memang?”
“Aku bisa apa saja!
Aku pekerja keras!” terlihat Tirta mengelap tangannya ke baju kemudian
menyodorkan tangannya ke Rendy , “Namaku Tirta!”
Rendy menatap jijik,
‘Anak ini terlihat polos dan gak ada tampang kriminal, mungkin bisa dipercaya,’
ucapnya dalam hati, “Umm… nama yang terlalu bagus untuk orang kampung, aku
Rendy. Aku tinggal sendiri dan belum punya pembantu. Mungkin kau bisa jadi
pembantuku?” kata Rendy menjaga jarak.
“Apapun! Asal engga
disuruh ngepet aja,” kata Tirta bersemangat, senyumnya mengembang, sinar aneh
menyelimuti sosoknya, jadi terlihat bagaikan malaikat, dan ingusnya meler (gak
ding, orang cakep mana boleh ingusan).
KRIUUKK~
“Kau kelaparan?”
tanya Rendy ketus.
“Hehehe… Iya, sudah 2
hari aku tidak makan, lapar sekali~”
Rendy mengurut
keningnya perlahan, “Hmm.. Sekarang masukkan ayammu ke bagasi, kita makan di mall
seberang jalan.”
Cengiran Tirta
semakin lebar, kali ini menjadi selebar lapangan bola. Tirta memasukkan ayamnya
ke bagasi seperti yang di perintahkan, “Justin, kamu harus bertahan, ya. Justin
Bieberku sayang..” kata Tirta sambil mengecup kepala ayamnya pelan. Rendy
memandang illfeel. Ia langsung memalingkan mukanya begitu si Justin Bieber
menatapnya dengan napsu untuk menodainya sekali lagi.
0-0-0-0
Tirta menatap
bangunan mewah itu dengan takjub, “Waah… seperti istana, selama ini aku hanya
melihat emoll dari TV.”
Rendy memutar bola
matanya, “Kamseupay banget, awas ya kalau malu-maluin…”
“Aah ada tangga
jalan! Akhirnya mimpiku terwujud! Emak, liat anakmu ini berhadapan dengan
tangga jalan!”
“Hati-hati kepeleset,
ini namanya eskalator bukan tangga jalan. Duluan sana, takutnya beneran jatuh
yang ada kepalamu bocor kebentur ubin.”
Dan benar saja, Tirta
yang menaikkan satu kakinya dan meninggalkan kakinya yang lain sehingga
terseret eskalator dan nyaris jungkir balik, namun berhasil Rendy antisipasi
dengan memegangi pinggang Tirta (wew so sweet).
Ke-kamseupay-an Tirta
gak berakhir di situ, begitu eskalator sampai di atas dia hanya diam, alhasil
sandal jepitnya kejepit eskalator, dia panik dan heboh sendiri sedangkan Rendy
masih mendelik kesal.
“Lepas aja sendalnya!”
bentak Rendy yang saat itu sangat malu ditatap banyak orang. Ingin rasanya ia
melakukan tarian hujan agar ada hujan badai yang menyapu orang-orang yang
menatapnya dengan tatapan biadab itu.
“Tapi…”
“Gak ada tapi-tapian
kamseupay! Bodoh…”
Tirta manyun dan
menurut. Dengan berat hati dia melepas sendal jepit yang sudah menemaninya dari
desa hingga sampai ke kota itu. Mereka sudah melewati banyak hal bersama,
sungguh kenangan yang tak akan pernah terlupakan oleh Tirta. Kemudian dengan
kaki yang kapalan dan kutilan dia melangkahkan kakinya di ubin mewah nan
gemerlapan itu (gak ding, masa orang ganteng kutilan LOL).
Tidak jauh berjalan
akhirnya menemukan foodcourt, “Mau makan apa?” tanya Rendy masih dengan nada
dingin.
“Ada semur jengkol
sama nasi kucing gak?”
“Gak ada lah, bodoh…
biar aku yang pesan. Kamu duduk manis di sini, awas kemana-mana nanti disangka
anak monyet Timor Leste kesasar di mall.”
Tirta manyun dan
duduk manis seperti yang di perintahkan Rendy, sedangkan Rendy mencari counter
yang sepi supaya tidak capek mengantri. Tirta terlihat bosan, diambilnya botol
saus tomat yang ada di atas meja, dengan wajah bosan dia memencet-mencet botol
saus itu hingga isinya muncrat ke lantai.
SROOT… SROOT…
BRUUUKK!!!
Rendy terjatuh dengan
pantat yang mencium lantai dengan mesranya, semua karena cairan saus yang Tirta
mainkan tadi, “AAAARRRGGHHH!”
0-0-0-0-0
“Umm…” gumam Tirta
sambil menatap spageti yang ada di hadapannya. Rendy kembali memesan makanan
setelah membersihkan celananya walau masih jelas bekas saus menempel di
bokongnya.
“Gara-gara kau
kamseupay bodoh, aku jadi seperti orang datang bulan sekarang.”
Tirta tertawa garing
dan langsung dibalas dengan pelototan oleh Rendy –tetep aja ngga keliatan kalo
Rendy melotot, matanya kan rada sipit, “Cepat makan, aku mau cepat pulang dan
istirahat.”
Tirta mengangguk
polos kemudian memegang sendok dan garpu dengan heran, bukanlah hal biasa baginya
makan menggunakan alat. Dia mencoba menyendok spageti panjang itu namun jatuh
lagi ke piring, berkali-kali dia coba tetap saja jatuh. Dia mulai kesal hingga
akhirnya membuang sendok dan garpu dan memakan spageti dengan lahap menggunakan
tangannya. Orang sekitar menatap illfeel ke arah mereka. Andai ada kardus,
mungkin detik itu juga Rendy menyembunyikan wajah tampannya dalam kardus. Andai
ada jurang di dekat situ, deetik itu juga dia akan mendorong tukang parkir yang
ia temui di parkiran tadi.
Tirta menutup
mulutnya, matanya terbelalak dan pipinya menggembung, membuatnya terlihat
seperti doraemon keselek obat nyamuk. “Ada apa lagi, huh? Kurang cukup kau
membuatku malu? Telen makanannya jangan hanya di tampung di mulut,” kata Rendy
ketus.
Dengan berat hati
Tirta menelan makanan itu, “Uughh… makanan orang kota rasanya aneh, aku mau
muntah…” kata Tirta dengan wajah yang membiru bagaikan orang lagi nahan kentut.
“What? Jangan muntah
di sini, malu-maluin lagi nanti!” dengan cepat Rendy menyeret Tirta ke toilet.
HOEEEKKKK!!
Tirta muntah dengan
sepenuh jiwa dan raga di atas wastafel, sedangkan Rendy membuang muka namun
dengan so sweetnya mengusap-usap pundak Tirta. Ingin rasanya Rendy bunuh diri
dengan cara nyelupin(?) muka ke kloset saat itu juga.
“Cepetan kamseupay
bodoh, aku jadi ikutan mual jadinya.”
Tirta mencuci mukanya
kemudian membalikkan tubuh, wajahnya pucat dan lesu. Lagi dan lagi, dada Rendy
berdesir melihat kepolosan wajah remaja itu.
“Perutku masih lapar,
tuan…” katanya memelas. Rendy tak berkutik.
“Yaudah nanti beli
makanan di pinggir jalan, mungkin perut kamseupaymu lebih bisa menerima makan
jalanan.”
Mereka pun akhirnya
kembali ke mobil. Walau sebenarnya sangat terpaksa, tapi Rendy cukup gentle
membukakan pintu mobil belakang untuk Tirta, sedangkan dia duduk di depan untuk
menyetir. Terlihat Tirta tidak bisa diam, sudah karakternya memang kalau
melihat hal baru jadi sangat udik, “Jangan sentuh apapun!” bentak Rendy, Tirta
kaget dan duduk manis.
Rendy mulai
menyalakan mesin mobilnya, namun Tirta yang tidak bisa diam berjejal di sisi
kursi dan ingin duduk di depan bersama Rendy.
Bruutt….
“AAAARRGHH! Kau
kentut? Gila! Baunya kaya terasi yang dipendam dalam ketek gorilla selama satu
abad tau gak?” protes Rendy yang segera membuka jendela untuk mencari asupan
oksigen yang tak beracun.
Tirta nyengir
innocent, “Hehehe, maaf kelepasan…”
Dengan muka
berlipat-lipat saking kesalnya, Rendy mulai menjalankan mobilnya. Sedangkan
Tirta membiarkan angin dari jendela menerpa wajah imutnya. Mulutnya terbuka dan
sesekali mengucapkan kata ‘wow’ ketika melihat begitu mewahnya bangunan di
kota. Seperti yang dijanjikan, Rendy membeli makanan di pinggir jalan yaitu
bakso, dan Tirta nyengir bahagia saat mencium aroma bakso yang sangatlah menggugah
selera.
Setelah perjalanan
yang cukup panjang tadi, akhirnya sampailah di pesisir pantai, dimana rumah
idaman Rendy dibangun. Rendy memang sudah sangat lama punya impian memiliki
rumah kecil namun mewah di pesisir pantai agar dia bisa menghirup aroma laut di
pagi hari.
Elit memang rumah
ini, tapi seperti yang diketahui Rendy tinggal sendiri tanpa ada yang merawat
sehingga rumah itu sangatlah kacau bagaikan bangkai Bajai abis keserempet
kereta api, Tirta pun menganga lebar melihat rumah dekil ini, lebih dekil dari
rumahnya di kampung bahkan. Begitu masuk naluri pembantu Tirta langsung muncul,
dipungutinya sampah-sampah yang berserakan di lantai.
“Ok, good boy.
Sekarang beresi seisi rumah ini, ok? Aku mau mandi dulu. Oiya, cuci dulu
pakaianku karena malam ini aku ada kencan,” Tirta manggut-manggut patuh.
Baju Rendy berserakan
di mana-mana sehingga pelukan Tirta penuh dengan baju-baju. Dia bingung
dimanakah gerangan letaknya wahai sumur. Hingga akhirnya Tirta menemukan tempat
cuci piring, dia ingat seperti di mall tadi, corong pipa ini bisa mengeluarkan
air bila diputar, dan benar saja! Tirta bersorak bahagia saat air keran
berkucuran, ‘Di kota enak banget nyari air. Kalau di kampung harus jalan sejauh
15 mil dulu baru dapet air, itu juga kalau nggak mati karena dehidrasi di
tengah jalan,’ ucapnya dalam hati.
Dia melirik sunlight
dan nyengir bahagia saat mencium bau wangi dari sang sabun, dan dia mulai
mengucek-ngucek baju Rendy di pencucian piring dengan sunlight.
Rendy yang masih
handukan dan basah menggosok-gosok rambutnya dengan handuk langsung menjerit
histeris kaya ibu-ibu abis dapat arisan melihat kelakuan Tirta, “KAU!
Kamseupay!” teriaknya sambil menjitak kepala Tirta penuh kenistaan.
“Apa yang salah sih?”
protes Tirta dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Eh, maksudnya tuh matanya
udah mulai basah gitu(?), kasian dong kalo matanya kemasukan kaca. Ntar kalo
dia buta gimana? KASIAN NENEKNYA!!
Rendy kembali
berdebar melihat wajah memelas anak itu, “Ini tempat cuci piring, bodoh. Kalau
cuci baju itu di mesin cuci,” kata Rendy menunjuk-nunjuk kotak besar.
“Masa iya mau nyuci
aja harus masuk ke dalam kotak kecil itu, nanti akunya sesek.”
“Bukan begitu bodoh,
kau itu tidak pernah nonton TV hah?”
“Bukannya gak pernah,
tapi aku terlalu sibuk belajar dan bekerja mana sempat nonton TV ke rumah
tetangga. Keluargaku kan pas-pasan.”
Bibir Rendy langsung
membeku –bukan, bukan karena bibirnya dimasukin ke dalem freezer, maksudnya
tuh.. Dia jadi sepicles gitu. Dia kembali iba menatap remaja mungil ini. Dia
mendengus pelan kemudian mengajari cara mengunakan berbagai barang elektronik
di rumah –kalau tak bisa disebut istana tersebut.
0-0-0-0
Tirta sedang
serius-seriusnya menyetrika baju Rendy yang menggunung, namun terdengar Rendy
memanggil, “Setrika dulu bajuku ini. Ini akan kupakai nanti malam buat kencan
jadi kau harus hati-hati!”
Tirta mengangguk
innocent yang kembali membuat Rendy deg-degan.
Rendy asik nonton TV
di ruang tengah. Dengan singlet dan boxer dia memindah-mindah channel yang
acaranya membosankan. Kuping Tirta bergerak-gerak, dia mendengar suara aneh
dari arah dapur dan dia yang baru ingat ada pakaian yang sudah lama di dalam
mesin cuci segera berlari. Naas, ruangan itu sudah dibanjiri air dan busa yang
melimpah, Tirta panik dan dengan bodohnya memukul-mukul mesin cuci dengan sapu.
Sebenarnya pada awalnya dia berpikir untuk meminta bantuan Doraemon, tapi
ternyata takdir tak mengijinkannya. Entah karena abis digodain banci mana, Dora
tiba-tiba terserang penyakit Bancilitis Traumatitis. Mohon doanya untuk
kesembuhan Doraemon.
“KAMSEUPAY BODOH!” di
luar terdengar Rendy berteriak marah yang membuat Tirta berlari keluar.
“A-ada apa?” tanyanya
Panik. Rendy menunjuk bajunya yang sudah gosong dengan geram. Busa dari dalam
semakin menggila dan menyembur(?) keluar seperti lumpur lapindo kemasukan arwah
marmut Zimbabwe. Rendy semakin geram dan tanpa banyak pikir dia menyeret Tirta
dengan kasar keluar rumah.
“Kau! Pembawa sial,
jangan mendekatiku lagi!” Bentaknya. Tirta sudah mau menggunakan puppy eyesnya,
namun keburu Rendy tutup pagarnya.
“Tu-tuan! Ini sudah
malam… aku tidak tau harus kemana,” kata Tirta memelas namun tidak ada jawaban
dari dalam.
Tirta bersandar
pasrah di pagar, dia duduk kemudian memeluk lututnya. Malam itu bukan hanya
dingin, namun mendung dan benar, saja hujan lebat langsung menerpa tubuh
mungilnya. Dia bangkit, sesekali menatap ke dalam namun dia kembali menggeleng
dan duduk lagi bersendar di pagar.
Hujan malam itu cukup
besar, dan terpaannya bukan hanya dingin namun menyakitkan seperti batu kerikil
yang menjatuhi tubuh. Nafas Tirta mulai tersengal, dia kedinginan dan
kelelahan.
Disisi lain Rendy
terus saja memantau Tirta dari balik tirai. Ada sedikit rasa iba dan khawatir
dalam benaknya, tapi dia kembali mengingat kesialan yang Tirta ciptakan, hal
itu membuat Rendy ilfil berat. Namun tubuh Tirta miring dan terbaring di pasir.
Hal itu membuat kecemasan Rendy semakin parah. Dia tidak bisa menahan diri lagi
dan akhirnya keluar menerjang hujan dan mengangkat tubuh mungil itu ke dalam.
“Hei, kamseupay
bodoh! Bangun!” bentak Rendy sambil menampar-nampar pipi Tirta pelan, namun
tidak ada respon.
Rendy menyentuh dahi
dan leher Tirta.
NYESS
‘Gila, tangan gue
kaya abis dimasukin kedalem oven! Gosong ngga ya tangan gue?’ batin Rendy
Rupanya Tirta demam
parah. Rendy mulai panik.
Dia memnggendong
tubuh Tirta ke kamar mandi, dadanya kembali berdesir melihat wajah polos Tirta.
Dia ragu ingin melepaskan pakaian anak itu, takutnya ntar dia bangun trus ngira
si Rendy mau merkaos dia, namun tetap dia lepas perlahan. Tubuh Tirta polos,
putih kuning –bukan, ‘kuning’ yang dimaksud bukanlah yang ngambang di jamban
itu- dan menggoda iman. Rendy menelan air liurnya dan celananya menyempit
gara-gara pemandangan di hadapannya. Apakah karena tubuhnya tiba-tiba membesar
dan sebentar lagi dia akan berubah menjadi raksasa? Bukan.. Celananya menyempit
karena ‘sesuatu’ yang lain. Dia mulai mengguyurkan air ke badan mungil itu dan
menyabuni tiap lekuk tubuhnya. Otomatis Rendy menyentuh tubuh Tirta dan dadanya
semakin berdesir. Selesai memandikan Tirta dia mengeringkan tubuh itu dengan
handuk kemudian menyelimutinya dengan handuk.
Rendy membongkar-bongkar
lemarinya, mencari pakaian hangat untuk Tirta dan dia menemukan switer biru
yang kebesaran memang untuk Tirta namun hangat. Tubuh pemuda mungil itu semakin
manis dengan melekatnya switer kebesaran di tubuhnya. Rendy harus extra sabar
menahan mimisan karena kemanisan brondong ini. Rendy mengompres kepala Tirta
dan mengusap kepalanya sesekali.
“Imutnya…” desis
Rendy pelan. Rendy menggigit bibir bawahnya, sedikit menimbang-nimbang ingin
melakukan apa, namun perlahan dia merapatkan tubuh pada Tirta. Dipeluknya tubuh
mungil itu, wajah Tirta tenggelam di leher Rendy, Rendy mengusap pundak pemuda
itu. Hatinya terasa hangat.
“Eeengh…” terdengar
erangan kecil dari bibir Tirta, Rendy menjaga jarak dan menatap wajah remaja
itu.
“Ka-kau sudah sadar?”
tanya Rendy gelagapan.
“Hu’umh… bagaimana
bisa aku di sini?” tanya Tirta bingung. Dia membuka selimut, sadar pakaiannya
sudah diganti wajahnya langsung memerah, “Tu-tuan yang mengganti pakaianku?”
Hening…
Keduanya gugup dan
tidak mampu berkata-kata, namun tanpa terduga Rendy menarik pinggang mungil
Tirta dan menahan lehernya. Terlihat bibir Tirta terbuka dan sedikit bergetar,
mereka saling tatap, tatapan yang semakin dalam membuat Rendy kehilangan
kendali dan mendekatkan bibirnya ke bibir Tirta. Bibir mereka bersentuhan,
Tirta terpejam dadanya semakin memanas, tubuhnya menggeliat saat bibir Rendy
mulai melumat lembut bibir Tirta. Tangan Rendy mengusap-usap punggung Tirta
dengan lembut, lidahnya menjelajahi mulut Tirta.
“Eenghh…” Tirta
melenguh pelan. Tangannya mengusap lembut pipi Tirta lembut.
“Kamseupay, kurasa
aku jatuh cinta denganmu,” kata Rendy setelah melepaskan ciumannya. Tirta shock
dan menyembunyikan wajah memerahnya di dada Rendy.
“Kuanggap itu sebagai
jawaban iya…” kata Rendy tersenyum damai. Dipeluknya pinggang Tirta dan
berpelukan erat dimalam dingin itu…
-0-0-0-
PETOOKK EEEKKK
Dan pada akhirnya
ayamnya Tirta, si Justin Bieber mati bengek dalam bagasi mobil, sedangkan
partner kencan Rendy menunggu di tengah hujan. Hidup memang kejam.
END
NP: maaf ya, akhir2 ini aku lagi kena syndrome drama korea
jadi demen beud sama pemeran utama yang judes kaya cha chi soo di cool guy hot
ramen, tau kaga? Kaga tau? Kamseupay XP
Oiya yang baca wajib koment karena komentar kalian adalah jiwa
dan ragaku. Ibarat burung komentar kalian adalah sayap yg membantuku terbang. Jadi
KOMENTAR!