Selasa, 19 Juni 2012

Bocah Kamseupay Aku Mencintaimu


Bocah Kamseupay Aku Mencintaimu

 By: ini cerita kolaborasi antara Yanz and my wife yang paling unyu2 sedunia dan akhirat, amin *plak* Mika Izumi. Yanz sebagai penulis dan penyumbang ide dan Mika sebagai penyumbang ide dan editor. Semoga kolaborasi ini memuaskan.

 SUMMARY: Rendy adalah pengusaha muda sukses namun sombong, bertemu dengan seorang pemuda kampungan di dalam mobilnya, pertemuan itu menyebabkan banyak kesialan dan hal-hal memalukan dalam catatan hidup Rendy, namun kehebohan itulah yang membuat rendy sadar, dia jatuh cinta dengan bocah satu ini.

ENJOY

 “Senang berkerja sama dengan anda Direktur Rendy. Anda benar-benar pengusaha muda yang dapat diandalkan,” ucap pria paruh baya itu pada pemuda tinggi di depannya.

 “Itu tidak seberapa jika dibandingkan jasa anda pada perusahaan saya,” balas Rendy dengan senyum tipis.

 Terlihat mereka saling bersalaman dan pergi satu persatu dari teras perusahaan makanan instan terbesar di Indonesia tersebut. Rendy tersenyum puas mendapat penghargaan dan pujian yang sangat membanggakan dari partnernya tersebut. Ia mengenakan kacamata hitamnya (Enggak, dia nggak memiliki kerja sampingan sebagai tukang urut tuna netra), dia menyeka pelan jasnya kemudian berjalan dengan gagahnya menuju parkiran (Enggak, dia juga enggak memiliki kerja sampingan sebagai bodyguardnya Chelsea olivia).

 Dia mencoba menarik handle pintu mobilnya, namun begitu terkejut setelah menemukan mobilnya dalam keadaan tidak terkunci. Dahinya langsung mengerut, rupanya dia lupa mengunci mobil sebelumnya. Namun syukurlah, mobilnya tidak diculik dan diperkosa. Meskipun Rendy orang penting, tapi dia tidak suka memakai supir. Rendy masuk ke dalam mobilnya kemudian memantati(?) jok mobil dan memasang sabuk pengaman, namun dia mengendus aroma yang tidak enak. Um.. aromanya seperti keringat unta yang abis lari maraton di gurun Sahara.

 PETOOK!

 Suara ayam berkokok itu membuatnya memalingkan badan ke belakang, “Hei apa yang kau lakukan di dalam mobilku?!!!” bentak Rendy.

 Terlihat seorang remaja kucel, kusam, namun cute kaya Dora kena AIDS sambil memeluk ayam dengan cengiran lebar yang memamerkan deretan gigi rapinya, “Hehehe… Maaf, boleh numpang ya?” tanyanya tanpa dosa. Hellooo~ Lo udah dari kapan tau maenan di mobil orang, sekarang baru minta ijin?

 Suasana semakin mencekam, Rendy melotot geram, gerahamnya bergesekan, dia menatap si remaja dengan tatapan membunuh, dan bak seekor marmut Zimbabwe kecanduan apel dia berkata, ‘Mas ini anakmu! Mas, nikahi aku, mas! Nikahi aku!’ Eh, enggak gitu dialognya ding, tapi seperti ini, “NO! Kau fikir aku supir taksi, hah? Dan bau apa pula ini? Aaarrgghh ayammu buang air di mobilku! Keluar! keluar!”

 Namun teriakan Rendy malah membuat ayam jago itu shock dan mengepakkan sayapnya hingga menerjang wajah tampan Rendy dengan nistanya, pantat ayam itu berada tepat di hidung Rendy dan…

 PROOT…

 Si ayam nista pup di wajah tampan Rendy, “AAAAAAAAAAAAAAARRGGHH!!!” Rendy mengerang histeris. Demi penguasa kampung rambutan, wajahnya yang mengalahkan ketampanan tetangganya pak Bambang baru saja dinodai oleh seekor ayam! Dengan cepat dia menepis sang ayam kemudian mengelap wajahnya yang sudah direnggut kesuciannya oleh seekor ayam -iya, seekor ayam- dengan tissue dan menyiram wajahnya dengan air mineral. Rendy keluar dari mobil dan muntah habis-habisan di samping mobilnya. Dia geram dengan bencana yang menimpanya sore ini. Sebagai lelaki paling tampan di kalangan para penghuni taman lawang, Rendy ngerasa terhina! Piso mana piso?!

Dibukanya pintu mobil belakang dengan kasar, ditatapnya remaja kucel itu dengan jijik, kemudian mengambil sapu tangan yang ada di saku jas-nya untuk melindungi tangannya saat menarik kasar tangan mungil remaja itu.

 “Pergi sana gembel! Seenakmu saja masuk ke mobilku. Memangnya mobilku ini terlihat seperti angkutan umum?!” kata Rendy kalap sambil menutupi hidungnya.

 Remaja itu menatap Rendy dengan mata yang berkaca-kaca dan menatap lesu, persis kaya orang yang lagi mabok deterjen. Hal itu membuat Rendy seolah terhipnotis, dadanya berdesir-desir, mukanya memerah. “Tolonglah om, aku dari desa sekarang tersesat dan kehabisan uang. Siapa lagi yang bisa menolongku di kota besar ini,” katanya memelas.

 Baru saja Rendy iba namun dia kembali berang saat mendengar ucapan remaja barusan, “APA? Om kau bilang?” tanyanya kemudian melepas kaca mata, melepas jas dan menggulung lengan kemejanya, membuat gadis-gadis yang melihatnya langsung kejang-kejang seketika. “Apa aku ini ada tampang om-om, heh?” tanyanya geram. Demi penguasa kampung rambutan, bocah ini– Grr.. kalau bukan karena ingin menjaga imejnya, pasti sekarang Rendy sudah memereteli tukang parkir yang sedari tadi memperhatikan mereka. (sumpah ini ngga nyambung banget)

 Remaja yang belakangan diketahui bernama Tirta itu langsung ciut dan berjongkok sambil ngorek-ngorek pasir, “Haah… kasar sekali, bener kata emak, orang kota itu sombong-sombong dan tidak berperasaan…” ucap Tirta lesu.

 Rendy mendelik kesal, disingkapnya poni Tirta yang sedang menunduk itu, kemudian Tirta mendongak yang membuat Rendy tersentak, “Puppy eyes yang mengerikan…” desisnya pelan.

 “Memang kau mau kemana?” tanya Rendy hati-hati.

 Tirta berdiri semangat dan nyengir selebar bibir sumur di hadapan Rendy, “Aku baru saja lulus SMA dan mau mencari kerja di kota!”

 Rendy melipat tangan di dada, mengusap-usap dagunya dan menatap Tirta dengan jeli, “Kau bisa apa memang?”

 “Aku bisa apa saja! Aku pekerja keras!” terlihat Tirta mengelap tangannya ke baju kemudian menyodorkan tangannya ke Rendy , “Namaku Tirta!”

 Rendy menatap jijik, ‘Anak ini terlihat polos dan gak ada tampang kriminal, mungkin bisa dipercaya,’ ucapnya dalam hati, “Umm… nama yang terlalu bagus untuk orang kampung, aku Rendy. Aku tinggal sendiri dan belum punya pembantu. Mungkin kau bisa jadi pembantuku?” kata Rendy menjaga jarak.

 “Apapun! Asal engga disuruh ngepet aja,” kata Tirta bersemangat, senyumnya mengembang, sinar aneh menyelimuti sosoknya, jadi terlihat bagaikan malaikat, dan ingusnya meler (gak ding, orang cakep mana boleh ingusan).

 KRIUUKK~

 “Kau kelaparan?” tanya Rendy ketus.

 “Hehehe… Iya, sudah 2 hari aku tidak makan, lapar sekali~”

 Rendy mengurut keningnya perlahan, “Hmm.. Sekarang masukkan ayammu ke bagasi, kita makan di mall seberang jalan.”

 Cengiran Tirta semakin lebar, kali ini menjadi selebar lapangan bola. Tirta memasukkan ayamnya ke bagasi seperti yang di perintahkan, “Justin, kamu harus bertahan, ya. Justin Bieberku sayang..” kata Tirta sambil mengecup kepala ayamnya pelan. Rendy memandang illfeel. Ia langsung memalingkan mukanya begitu si Justin Bieber menatapnya dengan napsu untuk menodainya sekali lagi.

 0-0-0-0

 Tirta menatap bangunan mewah itu dengan takjub, “Waah… seperti istana, selama ini aku hanya melihat emoll dari TV.”

 Rendy memutar bola matanya, “Kamseupay banget, awas ya kalau malu-maluin…”

 “Aah ada tangga jalan! Akhirnya mimpiku terwujud! Emak, liat anakmu ini berhadapan dengan tangga jalan!”

 “Hati-hati kepeleset, ini namanya eskalator bukan tangga jalan. Duluan sana, takutnya beneran jatuh yang ada kepalamu bocor kebentur ubin.”

 Dan benar saja, Tirta yang menaikkan satu kakinya dan meninggalkan kakinya yang lain sehingga terseret eskalator dan nyaris jungkir balik, namun berhasil Rendy antisipasi dengan memegangi pinggang Tirta (wew so sweet).

 Ke-kamseupay-an Tirta gak berakhir di situ, begitu eskalator sampai di atas dia hanya diam, alhasil sandal jepitnya kejepit eskalator, dia panik dan heboh sendiri sedangkan Rendy masih mendelik kesal.

 “Lepas aja sendalnya!” bentak Rendy yang saat itu sangat malu ditatap banyak orang. Ingin rasanya ia melakukan tarian hujan agar ada hujan badai yang menyapu orang-orang yang menatapnya dengan tatapan biadab itu.

 “Tapi…”

 “Gak ada tapi-tapian kamseupay! Bodoh…”

 Tirta manyun dan menurut. Dengan berat hati dia melepas sendal jepit yang sudah menemaninya dari desa hingga sampai ke kota itu. Mereka sudah melewati banyak hal bersama, sungguh kenangan yang tak akan pernah terlupakan oleh Tirta. Kemudian dengan kaki yang kapalan dan kutilan dia melangkahkan kakinya di ubin mewah nan gemerlapan itu (gak ding, masa orang ganteng kutilan LOL).

 Tidak jauh berjalan akhirnya menemukan foodcourt, “Mau makan apa?” tanya Rendy masih dengan nada dingin.

 “Ada semur jengkol sama nasi kucing gak?”

 “Gak ada lah, bodoh… biar aku yang pesan. Kamu duduk manis di sini, awas kemana-mana nanti disangka anak monyet Timor Leste kesasar di mall.”

 Tirta manyun dan duduk manis seperti yang di perintahkan Rendy, sedangkan Rendy mencari counter yang sepi supaya tidak capek mengantri. Tirta terlihat bosan, diambilnya botol saus tomat yang ada di atas meja, dengan wajah bosan dia memencet-mencet botol saus itu hingga isinya muncrat ke lantai.

 SROOT… SROOT…

 BRUUUKK!!!

 Rendy terjatuh dengan pantat yang mencium lantai dengan mesranya, semua karena cairan saus yang Tirta mainkan tadi, “AAAARRRGGHHH!”

 0-0-0-0-0

 “Umm…” gumam Tirta sambil menatap spageti yang ada di hadapannya. Rendy kembali memesan makanan setelah membersihkan celananya walau masih jelas bekas saus menempel di bokongnya.

 “Gara-gara kau kamseupay bodoh, aku jadi seperti orang datang bulan sekarang.”

 Tirta tertawa garing dan langsung dibalas dengan pelototan oleh Rendy –tetep aja ngga keliatan kalo Rendy melotot, matanya kan rada sipit, “Cepat makan, aku mau cepat pulang dan istirahat.”

 Tirta mengangguk polos kemudian memegang sendok dan garpu dengan heran, bukanlah hal biasa baginya makan menggunakan alat. Dia mencoba menyendok spageti panjang itu namun jatuh lagi ke piring, berkali-kali dia coba tetap saja jatuh. Dia mulai kesal hingga akhirnya membuang sendok dan garpu dan memakan spageti dengan lahap menggunakan tangannya. Orang sekitar menatap illfeel ke arah mereka. Andai ada kardus, mungkin detik itu juga Rendy menyembunyikan wajah tampannya dalam kardus. Andai ada jurang di dekat situ, deetik itu juga dia akan mendorong tukang parkir yang ia temui di parkiran tadi.

 Tirta menutup mulutnya, matanya terbelalak dan pipinya menggembung, membuatnya terlihat seperti doraemon keselek obat nyamuk. “Ada apa lagi, huh? Kurang cukup kau membuatku malu? Telen makanannya jangan hanya di tampung di mulut,” kata Rendy ketus.

 Dengan berat hati Tirta menelan makanan itu, “Uughh… makanan orang kota rasanya aneh, aku mau muntah…” kata Tirta dengan wajah yang membiru bagaikan orang lagi nahan kentut.

 “What? Jangan muntah di sini, malu-maluin lagi nanti!” dengan cepat Rendy menyeret Tirta ke toilet.

 HOEEEKKKK!!

 Tirta muntah dengan sepenuh jiwa dan raga di atas wastafel, sedangkan Rendy membuang muka namun dengan so sweetnya mengusap-usap pundak Tirta. Ingin rasanya Rendy bunuh diri dengan cara nyelupin(?) muka ke kloset saat itu juga.

 “Cepetan kamseupay bodoh, aku jadi ikutan mual jadinya.”

 Tirta mencuci mukanya kemudian membalikkan tubuh, wajahnya pucat dan lesu. Lagi dan lagi, dada Rendy berdesir melihat kepolosan wajah remaja itu.

 “Perutku masih lapar, tuan…” katanya memelas. Rendy tak berkutik.

 “Yaudah nanti beli makanan di pinggir jalan, mungkin perut kamseupaymu lebih bisa menerima makan jalanan.”

 Mereka pun akhirnya kembali ke mobil. Walau sebenarnya sangat terpaksa, tapi Rendy cukup gentle membukakan pintu mobil belakang untuk Tirta, sedangkan dia duduk di depan untuk menyetir. Terlihat Tirta tidak bisa diam, sudah karakternya memang kalau melihat hal baru jadi sangat udik, “Jangan sentuh apapun!” bentak Rendy, Tirta kaget dan duduk manis.

 Rendy mulai menyalakan mesin mobilnya, namun Tirta yang tidak bisa diam berjejal di sisi kursi dan ingin duduk di depan bersama Rendy.

 Bruutt….

 “AAAARRGHH! Kau kentut? Gila! Baunya kaya terasi yang dipendam dalam ketek gorilla selama satu abad tau gak?” protes Rendy yang segera membuka jendela untuk mencari asupan oksigen yang tak beracun.

 Tirta nyengir innocent, “Hehehe, maaf kelepasan…”

 Dengan muka berlipat-lipat saking kesalnya, Rendy mulai menjalankan mobilnya. Sedangkan Tirta membiarkan angin dari jendela menerpa wajah imutnya. Mulutnya terbuka dan sesekali mengucapkan kata ‘wow’ ketika melihat begitu mewahnya bangunan di kota. Seperti yang dijanjikan, Rendy membeli makanan di pinggir jalan yaitu bakso, dan Tirta nyengir bahagia saat mencium aroma bakso yang sangatlah menggugah selera.

 Setelah perjalanan yang cukup panjang tadi, akhirnya sampailah di pesisir pantai, dimana rumah idaman Rendy dibangun. Rendy memang sudah sangat lama punya impian memiliki rumah kecil namun mewah di pesisir pantai agar dia bisa menghirup aroma laut di pagi hari.

 Elit memang rumah ini, tapi seperti yang diketahui Rendy tinggal sendiri tanpa ada yang merawat sehingga rumah itu sangatlah kacau bagaikan bangkai Bajai abis keserempet kereta api, Tirta pun menganga lebar melihat rumah dekil ini, lebih dekil dari rumahnya di kampung bahkan. Begitu masuk naluri pembantu Tirta langsung muncul, dipungutinya sampah-sampah yang berserakan di lantai.

 “Ok, good boy. Sekarang beresi seisi rumah ini, ok? Aku mau mandi dulu. Oiya, cuci dulu pakaianku karena malam ini aku ada kencan,” Tirta manggut-manggut patuh.

 Baju Rendy berserakan di mana-mana sehingga pelukan Tirta penuh dengan baju-baju. Dia bingung dimanakah gerangan letaknya wahai sumur. Hingga akhirnya Tirta menemukan tempat cuci piring, dia ingat seperti di mall tadi, corong pipa ini bisa mengeluarkan air bila diputar, dan benar saja! Tirta bersorak bahagia saat air keran berkucuran, ‘Di kota enak banget nyari air. Kalau di kampung harus jalan sejauh 15 mil dulu baru dapet air, itu juga kalau nggak mati karena dehidrasi di tengah jalan,’ ucapnya dalam hati.

 Dia melirik sunlight dan nyengir bahagia saat mencium bau wangi dari sang sabun, dan dia mulai mengucek-ngucek baju Rendy di pencucian piring dengan sunlight.

 Rendy yang masih handukan dan basah menggosok-gosok rambutnya dengan handuk langsung menjerit histeris kaya ibu-ibu abis dapat arisan melihat kelakuan Tirta, “KAU! Kamseupay!” teriaknya sambil menjitak kepala Tirta penuh kenistaan.

 “Apa yang salah sih?” protes Tirta dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Eh, maksudnya tuh matanya udah mulai basah gitu(?), kasian dong kalo matanya kemasukan kaca. Ntar kalo dia buta gimana? KASIAN NENEKNYA!!

 Rendy kembali berdebar melihat wajah memelas anak itu, “Ini tempat cuci piring, bodoh. Kalau cuci baju itu di mesin cuci,” kata Rendy menunjuk-nunjuk kotak besar.

 “Masa iya mau nyuci aja harus masuk ke dalam kotak kecil itu, nanti akunya sesek.”

 “Bukan begitu bodoh, kau itu tidak pernah nonton TV hah?”

 “Bukannya gak pernah, tapi aku terlalu sibuk belajar dan bekerja mana sempat nonton TV ke rumah tetangga. Keluargaku kan pas-pasan.”

 Bibir Rendy langsung membeku –bukan, bukan karena bibirnya dimasukin ke dalem freezer, maksudnya tuh.. Dia jadi sepicles gitu. Dia kembali iba menatap remaja mungil ini. Dia mendengus pelan kemudian mengajari cara mengunakan berbagai barang elektronik di rumah –kalau tak bisa disebut istana tersebut.

 0-0-0-0

 Tirta sedang serius-seriusnya menyetrika baju Rendy yang menggunung, namun terdengar Rendy memanggil, “Setrika dulu bajuku ini. Ini akan kupakai nanti malam buat kencan jadi kau harus hati-hati!”

 Tirta mengangguk innocent yang kembali membuat Rendy deg-degan.

 Rendy asik nonton TV di ruang tengah. Dengan singlet dan boxer dia memindah-mindah channel yang acaranya membosankan. Kuping Tirta bergerak-gerak, dia mendengar suara aneh dari arah dapur dan dia yang baru ingat ada pakaian yang sudah lama di dalam mesin cuci segera berlari. Naas, ruangan itu sudah dibanjiri air dan busa yang melimpah, Tirta panik dan dengan bodohnya memukul-mukul mesin cuci dengan sapu. Sebenarnya pada awalnya dia berpikir untuk meminta bantuan Doraemon, tapi ternyata takdir tak mengijinkannya. Entah karena abis digodain banci mana, Dora tiba-tiba terserang penyakit Bancilitis Traumatitis. Mohon doanya untuk kesembuhan Doraemon.

 “KAMSEUPAY BODOH!” di luar terdengar Rendy berteriak marah yang membuat Tirta berlari keluar.

 “A-ada apa?” tanyanya Panik. Rendy menunjuk bajunya yang sudah gosong dengan geram. Busa dari dalam semakin menggila dan menyembur(?) keluar seperti lumpur lapindo kemasukan arwah marmut Zimbabwe. Rendy semakin geram dan tanpa banyak pikir dia menyeret Tirta dengan kasar keluar rumah.

 “Kau! Pembawa sial, jangan mendekatiku lagi!” Bentaknya. Tirta sudah mau menggunakan puppy eyesnya, namun keburu Rendy tutup pagarnya.

 “Tu-tuan! Ini sudah malam… aku tidak tau harus kemana,” kata Tirta memelas namun tidak ada jawaban dari dalam.

 Tirta bersandar pasrah di pagar, dia duduk kemudian memeluk lututnya. Malam itu bukan hanya dingin, namun mendung dan benar, saja hujan lebat langsung menerpa tubuh mungilnya. Dia bangkit, sesekali menatap ke dalam namun dia kembali menggeleng dan duduk lagi bersendar di pagar.

 Hujan malam itu cukup besar, dan terpaannya bukan hanya dingin namun menyakitkan seperti batu kerikil yang menjatuhi tubuh. Nafas Tirta mulai tersengal, dia kedinginan dan kelelahan.

 Disisi lain Rendy terus saja memantau Tirta dari balik tirai. Ada sedikit rasa iba dan khawatir dalam benaknya, tapi dia kembali mengingat kesialan yang Tirta ciptakan, hal itu membuat Rendy ilfil berat. Namun tubuh Tirta miring dan terbaring di pasir. Hal itu membuat kecemasan Rendy semakin parah. Dia tidak bisa menahan diri lagi dan akhirnya keluar menerjang hujan dan mengangkat tubuh mungil itu ke dalam.

 “Hei, kamseupay bodoh! Bangun!” bentak Rendy sambil menampar-nampar pipi Tirta pelan, namun tidak ada respon.

 Rendy menyentuh dahi dan leher Tirta.
 NYESS
 ‘Gila, tangan gue kaya abis dimasukin kedalem oven! Gosong ngga ya tangan gue?’ batin Rendy
 Rupanya Tirta demam parah. Rendy mulai panik.

 Dia memnggendong tubuh Tirta ke kamar mandi, dadanya kembali berdesir melihat wajah polos Tirta. Dia ragu ingin melepaskan pakaian anak itu, takutnya ntar dia bangun trus ngira si Rendy mau merkaos dia, namun tetap dia lepas perlahan. Tubuh Tirta polos, putih kuning –bukan, ‘kuning’ yang dimaksud bukanlah yang ngambang di jamban itu- dan menggoda iman. Rendy menelan air liurnya dan celananya menyempit gara-gara pemandangan di hadapannya. Apakah karena tubuhnya tiba-tiba membesar dan sebentar lagi dia akan berubah menjadi raksasa? Bukan.. Celananya menyempit karena ‘sesuatu’ yang lain. Dia mulai mengguyurkan air ke badan mungil itu dan menyabuni tiap lekuk tubuhnya. Otomatis Rendy menyentuh tubuh Tirta dan dadanya semakin berdesir. Selesai memandikan Tirta dia mengeringkan tubuh itu dengan handuk kemudian menyelimutinya dengan handuk.

 Rendy membongkar-bongkar lemarinya, mencari pakaian hangat untuk Tirta dan dia menemukan switer biru yang kebesaran memang untuk Tirta namun hangat. Tubuh pemuda mungil itu semakin manis dengan melekatnya switer kebesaran di tubuhnya. Rendy harus extra sabar menahan mimisan karena kemanisan brondong ini. Rendy mengompres kepala Tirta dan mengusap kepalanya sesekali.

 “Imutnya…” desis Rendy pelan. Rendy menggigit bibir bawahnya, sedikit menimbang-nimbang ingin melakukan apa, namun perlahan dia merapatkan tubuh pada Tirta. Dipeluknya tubuh mungil itu, wajah Tirta tenggelam di leher Rendy, Rendy mengusap pundak pemuda itu. Hatinya terasa hangat.

 “Eeengh…” terdengar erangan kecil dari bibir Tirta, Rendy menjaga jarak dan menatap wajah remaja itu.

 “Ka-kau sudah sadar?” tanya Rendy gelagapan.

 “Hu’umh… bagaimana bisa aku di sini?” tanya Tirta bingung. Dia membuka selimut, sadar pakaiannya sudah diganti wajahnya langsung memerah, “Tu-tuan yang mengganti pakaianku?”

 Hening…

 Keduanya gugup dan tidak mampu berkata-kata, namun tanpa terduga Rendy menarik pinggang mungil Tirta dan menahan lehernya. Terlihat bibir Tirta terbuka dan sedikit bergetar, mereka saling tatap, tatapan yang semakin dalam membuat Rendy kehilangan kendali dan mendekatkan bibirnya ke bibir Tirta. Bibir mereka bersentuhan, Tirta terpejam dadanya semakin memanas, tubuhnya menggeliat saat bibir Rendy mulai melumat lembut bibir Tirta. Tangan Rendy mengusap-usap punggung Tirta dengan lembut, lidahnya menjelajahi mulut Tirta.

 “Eenghh…” Tirta melenguh pelan. Tangannya mengusap lembut pipi Tirta lembut.

 “Kamseupay, kurasa aku jatuh cinta denganmu,” kata Rendy setelah melepaskan ciumannya. Tirta shock dan menyembunyikan wajah memerahnya di dada Rendy.

 “Kuanggap itu sebagai jawaban iya…” kata Rendy tersenyum damai. Dipeluknya pinggang Tirta dan berpelukan erat dimalam dingin itu…

 -0-0-0-

 PETOOKK EEEKKK

 Dan pada akhirnya ayamnya Tirta, si Justin Bieber mati bengek dalam bagasi mobil, sedangkan partner kencan Rendy menunggu di tengah hujan. Hidup memang kejam.


 END

NP: maaf ya, akhir2 ini aku lagi kena syndrome drama korea jadi demen beud sama pemeran utama yang judes kaya cha chi soo di cool guy hot ramen, tau kaga? Kaga tau? Kamseupay XP

Oiya yang baca wajib koment karena komentar kalian adalah jiwa dan ragaku. Ibarat burung komentar kalian adalah sayap yg membantuku terbang. Jadi KOMENTAR!


5 komentar:

  1. Aan cari teman yang umurnya antara 11-17 SMP seindonesia khusus cowok yang serius ya, hub: 085713520357-089610728565 selama 24 jam nonstop

    BalasHapus
  2. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    BalasHapus
  3. Casinos Near Me - JTM Hub
    What is the closest casino to the Vegas Strip? Casinos Near Me - 의정부 출장마사지 Wynn Las Vegas, 오산 출장샵 Tropicana Las Vegas, and The Palazzo 양산 출장샵 are 동두천 출장샵 some of the 밀양 출장안마 more

    BalasHapus