“Tantangannya, lu harus nyatakan cinta dengan orang yang
pertama kali masuk ke dalam kelas.”
Truth or Dare
By Yanz
Saat gue melangkah sekali ke dalam kelas, gue kembali
menghela nafas. gue berangkat terlalu pagi lagi jadi masih sangat sepi dan
hanya ada 5 orang cewek di dalam kelas dan itu membuat gue risih karena gue
bukanlah type orang yang bisa mengakrabkan diri dengan cewek, gue berjalan
perlahan dan melemparkan senyuman tipis dengan teman-teman sekelas gue tadi, lalu menghempaskan pantat di kursi milik
gue, kelas gue cukup lebar yang bisa memuat lebih 30 murid, dengan cat
didominasi warna putih dan biru, di sebelah kanan ada banyak jendela dan
fentilasi berjejer yang membuat ruangan cukup terang, ada 4 lampu putih dan
satu kipas angin di pelafon, di dekat pintu ada meja guru, suasana yang tenang
bikin gue ngantuk.
“Hei kenapa lu tinggalkan gue?!!!” kata seorang cowok dengan
wajah masamnya. Dia adalah sepupu ternista gue, Erik. Dia selalu menempel
dengan gue dan menjahili gue, bagi gue dia adalah bencana terbesar yang pernah
ada, dia selalu memanfaatkan dan memeras gue kalau gue gak menurut pasti dia
mengancam akan membongkar rahasia terbesar gue yaitu gue masih mengompol sampai
kelas 2 smp, walau sekarang sudah enggak tetap saja itu aib yang sangat menjengkelkan
dan akan membuat gue rela kabur ke luar negri atau oprasi plastik untuk
membuang malu.
“Terlalu lamban,” jawab gue malas dan meletakkan kepala gue
di lipatan tangan untuk melanjutkan tidur.
Dia langsung mengacak-acak rambut gue, “Tuh… sudah gue bilang kan kalau kita berangkat terlalu
pagi.”
“Huh.. gue ngantuk, jangan ganggu.”
“Eh mendingan kita main bro!”
“Main apaan?”
“TRUTH OR DARE!!!”
“Ogah, paling nanti gue dijahilin.”
“Janji engga, ini fair, ok?”
“Yaudah dari pada ngantuk, mana botolnya?”
“Gak punya, pakai pensil saja mana pensil lu Ryan?”
“Hmm.. ini, ayo!”
Saat pensil tadi diputar-putar dan berhenti ternyata malah
mengarah ke gue, shit gue sial lagi,
pasti Erik akan menjahili gue habis-habisan.
“Truth or dare?”
Gue menghela nafas dan berfikir sejenak, sebenarnya apapun
yang gue pilih pasti akan mencelakakan gue namun, kalau gue memilih truth pasti
dia bertanya hal privasi dan menambah daftar rahasia gue buat dia manfaatkan
lagi, dengan mantab gue menjawab, “DARE!”
“Tantangannya, lu harus nyatakan cinta dengan orang yang
pertama kali masuk ke dalam kelas.”
“Just like that? Enteng,” kata gue meremehkan, ok lah, gak
terlalu masalah kalau hanya buat sebuah permainan.
Selama 10 menit gue
dan Erik menunggu gak ada yang masuk kelas, tapi saat aku kembali tidur Erik
malah menepuk-nepuk pundak gue.
“Ryan, cepat bangun! Ambil juga bunga ini.”
“Hmm…” jawab gue malas. gue dan Erik mendengar suara langkah
dari luar yang semakin mendekat dan muncullah dia dari balik pintu.
“KYAAAA~~” jerit 5 cewek yang ada di dalam kelas tadi, “My
prince charming datang,” lanjut seorang cewek lagi.
“Ah yang muncul cowok, ogah gue, Rik!” kata gue penuh
tekanan.
“Hei hei… lu mau seisi sekolah tau kalau lu suka ngom…”
“CUKUP! Okay gue bakal lakukan.”
Gue berjalan mendekatinya dan berdiri berhadapan dengannya,
“Deny, gue mau bilang sesuatu,” kata gue dengan tatapan serius.
Dia tersenyum manis dan mengelus kepala gue seperti
biasanya, “Iya, Ryan mau bilang apa?”
Dengan tenang gue bilang, “Gue sebenernya suka sama lu sejak
lama, dan sekarang waktu yang tepat buat gue ungkapin perasaan gue. Kalau gue
sangat cinta sama lu,” kata gue mendramatisir keadaan dan menyerahkan bunga
dari Erik tadi ke Deny.
Senyumnya mengembang, “Gue gak nyangka orang secuek lu
ternyata ngefans juga sama gue hahaha ini sangat menyenangkan, emmm gue bisa
pertimbangkan itu,” katanya manis sambil mendekatkan wajahnya dan…
CUP…
Ciuman lembut mendarat di bibir gue selama beberapa detik,
gue langsung beku dan gak percaya dan Deny berlalu dari hadapan gue.
“YAAAAKKK!!!” teriak cewek-cewek tadi dengan wajah bringas
seolah siap menerkam gue detik itu juga mungkin mereka gak rela dengan adegan
barusan namun, Deny kembali meluluhkan
mereka.
“Hay cewek-cewek cantik,” sapa Deny ramah dan tersenyum
lembut dengan mereka yang sontak membuat mereka kembali teriak bahagia.
Gue kembali menatap kesamping, pertama gue tatap Erik yang
masih kaget dan menatap gue jijik di bangku sebelah kanan, kedua gue lihat Deny
yang duduk di bangku barisan tengah dia membaca buku namun sedetik kemudian dia
menatap gue lembut dan melambaikan tangan ke arah gue, terakhir gue lihat 5
cewek yang bergerombol tadi, mereka kembali menatap gue sinis dan salah satunya
ada yang menggerakkan jarinya ke lehernya seolah isyarat yang mengatakan gue
akan mati digorok.
Gue sentuh bibir gue dan menutup mulut gue, sedetik kemudian
gue berlari dengan cepat menuju toilet.
@@@@@@
“HOEEEKKK…” gue muntahkan seisi sarapan gue tadi pagi,
semakin gue ingat ciuman tadi semakin gue jijik, gue cuci mulut gue sebersih
mungkin di washtafel, shit kenapa yang rebut ciuman pertama gue harus cowok?
Type cowok kayak dia Cuma bisa bikin gue jengah, gue gak
suka sifatnya yang suka tebar pesona okay dia memang mempesona dengan kulit
yang sangat putih dan bening, bibir merah merona, mata sipit yang menampakkan
wajah orientalnya, style rapi, ramah, pintar, ok bagi cewek-cewek dia sangatlah
sempurna, wajar kalau nyaris 100% cewek di sekolah gue ini menjadi penggemarnya,
namun apa barusan? Seorang cowok terpopuler di sekolah dan sangat diidamkan
semua cewek nyium gue… GUE COWOK MAN!
Boro-boro gue suka dia, yang ada gue itu benci sama dia,
faktor utama karena gue iri sama dia yang selalu terlihat sempurna dan dianggap
angel sama cewek-cewek. lah gue? Nembak cewek aja ditolak mulu, padahal gue gak
jelek-jelek amat, ya kan? Lu semua percaya kan kalau gue gak jelek? Kulit gue
juga putih, bibir gue juga gak kalah merah, apa karena body gue? Okay buat
seorang cowok, mempunyai tinggi 165cm itu sangatlah gak proporsional, dan gue
sangat iri dengan Deny yang mempunyai tinggi 178cm!!! ke dua, karena fans dia
itu pada lebay, terlalu fanatic dan menjengkelkan, dia senyum aja berisiknya
kaya ada gemuruh pesawat lewat apalagi kalau dia meluk cewek yang ngasih dia
hadiah, dia memang suka meluk atau cium pipi cewek mana pun yang ngasih dia
hadiah murahan banget kan? makanya loker dia full hadiah apalagi valentine,
tapi gue… dia cium bibir gue itu sangat gak biasa! Kalau sampai gosib tersebar
gue bisa dibantai semua fans Deny yang menamakan diri mereka Deny Lovers! Ketiga,
karena cewek yang gue taksir selalu nolak gue karena dia suka Deny! Shit shit
shit! Kenapa gak gue aja yang jadi Deny? Pasti gue terima Nita dengan senang
hati, lah ini… hampir 3 tahun gue satu sekolah sama Deny dia gak pernah punya
pacar, alasannya sih karena mau focus belajar atau dia memang gak suka cewek?
Hah padahal dia sangat beruntung bisa comot cewek mana pun yang dia mau, gue
bener-bener iri!!
Gue rasa acara cuci mulut di toilet *?* sudah kelar jadi gue
malangkahkan kaki keluar, namun waktu gue buka pintu toilet…
“Deny…” desis gue saat melihat dia yang muncul dari depan
pintu toilet.
“Hy my princess, kita bertemu lagi,” katanya sambil mengelus
kepala gue dengan lembut.
Dengan cepat gue tepis tangannya dan mundur sampai punggung
gue membentur tembok. Dia menutup pintu toilet dan mendekati gue.
“Kenapa jadi menghindar begitu?” tanyanya sambil tersenyum
dan membungkkukan badan dengan tangannya yang di posisikan dilututnya, shit ini
penghinaan!! Ngapain dia membungkuk dan mensejajarkan tinggi Cuma mau ngobrol
sama gue.
“Minggir!” jawab gue ketus.
Namun dia tarik pinggang gue dan memeluk gue dengan erat,
“Akhirnya gue bisa dapatkan couple yang gue mau dari dulu.”
“Jangan ngarep lu, gue tadi gak serius, ngapain lu kegeeran?
Gue tuh sukanya cewek, lu Cuma jadi bahan taruhan sama gue dan Erik.”
Dia langsung melepas pelukan dan menatap gue tajam, tatapan
yang gak pernah gue lihat sebelumnya, “Jadi lu mempermainkan gue?”
Gue tertunduk, auranya begitu mengerikan, “Yaa… sebenarnya
ini ide Erik, gue gak seluruhnya salah.”
“Liat saja entar, gue akan dapatin lu.”
“Gila lu! Najis gue pacaran sama cowok, lu kira gue maho
kayak lu, oh pantes aja lu gak pernah pacaran sama cewek, rupanya lu gak suka
cewek, bener-bener gak tau diri lu! Harusnya bersyukur dapat wajah ganteng lu
bisa gaet cewek mana pun, tapi lu malah milih gue? Shit!”
“Baby, cukup penghinaannya, it’s my way, you know? Baby
harus dapat hukuman,” katanya tersenyum jahil.
Gue langsung bergidik ngeri saat gue rasa bibirnya menyentuh
kuping gue, ciumannya bergerak keleher gue dan menghisap-hisap leher gue. Gue
coba berontak tapi dia tahan pinggang gue supaya merapat dengannya, dengan
nakal tangannya meremas-remas bokong gue, gue bener-bener gak percaya dimesumin
begini sama cowok terpopuler di sekolah gue, perlakuan barusan menimbulkan
gejolak aneh di tubuh gue, rasa geli, nikmat, dan takut membaur, “AAAAKH…
le-lepass aahhh,” kata gue susah payah.
Kemudian dia menghentikan tindakannya dan memegang bahu gue,
“Jadilah milik gue, gue akan janjikan kebahagiaan buat lu.”
“Lepas, gak perlu,” ucap gue yang kemudian berjalan menuju
pintu tapi dia kembali memeluk gue dari belakang dengan tangan yang dia
kalungkan di pinggang gue dan leher gue.
“You must be mine,” bisiknya seraya menjilat kuping gue.
“Aaarrgghhh stop it! Geli gue,” bentak gue sambil menyikut
perutnya kemudian berlari sejauh mungkin.
@@@@@@
“PARTY DI RUMAH RYAN!!!” teriak Erik penuh semangat pada teman-teman
sekelas.
Gue yang baru masuk kelas langsung cengok, “Apaan? Party
dirumah gue? Gak gak bisa! seenak lu aja.”
“Ayolah sayang, ortu lu kan lagi ke luar kota, mending kita
party, biar gue yang urus semua hahahaha.”
“GAK!!! Gue bilang gak ada party ya gak ada titik.”
Erik langsung mendelik kesal, “Lu mau seisi sekolahan tau
kalau lu suka ngom…”
Dengan cepat gue dekap mulut Erik, “hahaha iya, malam ini
party di rumah gue!!!” teriak gue juga sama temen sekelas.
@@@@@@@@@
Don’t stop make it pop
DJ blow my speakers up
Tonight, Im’ma fight
Til we see the sunlight
Tik tok, on the clock
But the party don’t stop no
Woah- oh oh oh
Woah- oh oh oh
Gue Cuma bisa nutup kuping pakai bantal karena sangat
terganggu dengan berbagai music yang disetel Erik dengan keras, ah walau gak
ikut party kayaknya gue juga ikutan bergadang malam ini.
*ganti jadi sudut pandang Deny*
Mendengar Ryan mengadakan pesta di rumahnya gue pun jadi
sangat bersemangat, gue rasa bisa
menjadi pendekatan yang baik dan mungkin saja akan tumbuh cinta dalam semalam.
Setelah perjalanan kurang lebih 20 menit gue sampai juga di
depan rumah Ryan, rumah yang berada di komplek perumahan elit, bergaya modern
dengan bentuk kotak-kotak sepertinya ada 3 tingkatan lantai, dan dari halaman
begitu banyak kendaraan terparkir dan gemerlipan lampu hias, jadi ingat hari
natal.
Suara berisik mulai terdengar jelas saat gue masuk, ada
banyak orang yang menari-nari, siapa mereka? Gue gak kenal. Gue fikir Cuma
mengundang teman sekelas. Berjalan kesana kemari Cuma bertemu beberapa teman
tapi si pemilik rumah tak terlihat, gue mulai merasa gak nyaman apalagi banyak
yang nawarin rokok, minuman keras bahkan obat-obatan, wah gak bener, gak
nyangka Ryan punya banyak temen gak bener.
Tapi gue sedikit lega saat melihat Erik, “Hei, Rik. Mana
Ryan?” Tanya gue seramah mungkin.
Erik terlihat sangat bahagia dengan 2 cewek yang
bergelayutan dikedua sisi tubuhnya, “Ada tuh di lantai dua lagi tidur,”
“Loh kenapa tidur? Ini kan pesta dia?”
“Siapa bilang? Ini kan pesta gue, si Ryan itu gak level sama
gue makanya dia gak gabung.”
Gue sedikit mengerutkan kening karena heran, tapi dengan
cepat gue naik ke lantai dua, sedikit girang juga mendengar Ryan sendirian di
kamar, jadi gue bisa sedikit jahil hehehe.
Saat menemukan pintu pertama gue langsung buka,
“AAAAAAAAAAAA!!” teriak sepasang kekasih yang tadinya bercumbu tapi sekarang
terkejut gara-gara gue buka pintu tanpa ngetuk.
“Upps sorry,” gue kembali menutup pintu.
Sedikit was-was untuk membuka pintu lagi karena ada banyak
pintu takutnya sama kaya barusan hehe, tapi ada satu pintu yang sangat mencolok
karena ada tempelan-tempelan tengkorak seperti di bendera bajak laut dan banyak papan peringatan seperti ‘sarang
iblis’, ‘dilarang masuk’ ataupun ‘masuk, cari mati!’. Gue Cuma tersenyum tipis.
TOK… TOK.. TOK..
“Get out!!!” terdengar suara dari dalam, dan gue tau itu
suara Ryan.
Gue kembali mengetuk, dan suara pintu terbuka kedengaran,
“Hai..”
“Ngapain lu?!!” teriaknya dengan menodongkan pedang mainan
ke leher gue.
“Ahahaha gue Cuma mau berpesta dengan lu,”
“Hm.. masuk.”
“Berantakan sekali,” kata gue sambil memunguti sampah dan
pakaian Ryan yang berserakan.
“Suka-suka gue.”
Gue kembali tersenyum, dan duduk di kasur dimana dia
berbaring, “My princess, you’re so cute.”
“Don’t call me princess again!”
“Tapi gue suka bilang begitu,” kemudian gue mendekat dan
menindihinya.
“He-hei minggir!” teriaknya dengan wajah memerah.
Gue kemudian berbaring di pinggirnya, “Hahaha rasanya hati
gue tergelitik kalau bersama lu,”
“Maksud lu apaan?” tanyanya ketus.
“Lu kok sekarang kasar gitu sama gue? Dulu padahal biasa
saja.”
“Itu karena gue sudah tau siapa lu sebenarnya!”
Gue miringin tubuh dan narik pinggang dia supaya kami
berhadapan, “Terserah lu mau bilang apa, gue sudah terlanjur tertarik sama lu,”
Melihat bahasa tubuhnya saja gue tau dia salah tingkah dan
cukup tertarik dengan gue, “Sebaiknya lu keluar.”
“Lu suka gue kan? Lu Cuma gengsi sama perkataan lu di toilet
tadi yang bilang lu bukan homo kan? Udah jangan muna…”
“Gue gak bisa, karena gue memang gak suka cowok.”
“Yang bener?”
“Okay gue memang mengagumi ketampanan lu dan lu terlihat
sempurna tapi itu Cuma jadi motivasi buat gue, gak lebih.”
“Gue tampan kan, baik dan kaya, gue pasti bisa bahagiakan
lu, jarang-jarang gue tertarik menjalin hubungan sama orang.”
“Lu Cuma terobsesi sama gue, sadar dong, lu gak cinta gue.”
“Okay gue memang belum cinta lu karena kita gak terlalu
dekat, tapi kalau lu mau mencoba pasti gue akan tulus mencintai lu.”
“GAK!”
Gue sedikit kesal dengan kekerasan hatinya jadi gue tindihin
badannya, “Malam ini lu milik gue,” kata gue yang mendekatkan wajah, semakin
dekat, dekat….
TOK TOK….
Damn siapa gerangan yang mengganggu ritual gue, Ryan
langsung mendorong gue dan membuka pintu, “Nita, lu dateng juga?” Tanya Ryan
pada cewek di depan pintu.
“Iya, berisik banget dibawah jadi gue naik, emm sama siapa
lu?”
“Itu ada si Deny.”
“Deny? Deny mana?” Tanya Nita seraya menengok ke dalam dan
gue melambai kearahnya.
“Deny mana lagi…”
“KYAAAAAAAA~ memang takdir kali ya yang membawa gue naik
ternyata ada my prince!” cewek itu langsung menerobos masuk dan melompat ke
kasur Ryan.
Hampir sejam Nita mengoceh gak keruan, gue Cuma memasang
senyum palsu dan Ryan, dia terlihat begitu antusias dan bahagia sekali akan
kehadiran Nita, karena inilah gue gak tahan sama cewek, terlalu cerewet dan
lebay.
“Nita, gue mau bilang lagi kalau gue…”
Belum sempat Ryan menyelesaikan perkataannya Nita langsung
memotong, “Sudahlah Ryan, kan udah berapa kali gue bilang kalau gue gak suka
sama lu, kita temen aja, gue sukanya sama Deny pangeran impian gue!”
“Tapi gue gak suka lu, Nita. Gue sukanya sama Ryan,” sambung
gue dengan terus terang.
Mulut Nita terbuka lebar, kue di tangannya langsung terjatuh,
selama 30 detik dia gak berkedip menatap gue gak percaya, “Hahaha ini bullshit
kan?”
“Gue serius…” kata gue datar kemudian menarik dagu Ryan dan
melumat bibirnya.
Nita yang shock langsung berlari ke luar dan menghempas
pintu dengan keras.
“Aaakkh.. shit! Lu bikin cewek idaman gue lari!”
“I don’t care…” gue kembali menindihinya, melucuti semua
pakaian kami, mencumbunya dan ‘memasukinya’ malam ini tubuhnya seutuhnya jadi
milik gue walaupun hatinya belum gue dapatkan.
END? MAYBE…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar